Kalau kebijakan lelang kuota tangkap pada amanat Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sifatnya melindungi, melestarikan dan memelihara sumber daya ikan. Tanpa harus di eksploitasi sistem kuota sehingga tidak terjadi overfishing kedepan. Namun, regulasi kebijakan ini, mendasarkan pertimbangan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sementara UU Cipta Kerja sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi untuk diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun kedepan.
Indonesia sangat lamban perkembangannya untuk bisa jadi negara maju dan ekonomi terbesar di dunia. Apabila tidak adanya perbaikan disegala aspek seperti penguasaan sumberdaya ikan, penegakan hukum perikanan, pencegahan overfishing, melestarikan lingkungan, infrastruktur pelabuhan pendaratan ikan dan Sumber Daya Manusia (SDM), Indonesia di ramalkan tidak akan mampu mengejar ketinggalan dari negara tetangga yang sudah berhasil mengelola potensi kelautan dan perikanannya.
Pada saat Presiden Jokowi hadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 ASEAN-Republik Rakyat Tiongkok (RRT) tanggal 13 November 2014 di Nay Pyi Taw, Myanmar lalu. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan tiga hal utama terkait kerjasama kemitraan ASEAN-RRT, yakni: pertama, peningkatan kerjasama di bidang ekonomi untuk kesejahteraan, pertumbuhan seimbang, investasi berkualitas, dan perdagangan. Kedua, pembangunan infrastruktur regional. Ketiga, peningkatan kerjasama di bidang konektivitas maritim dan perikanan.
Mengutip transkrif rekaman Ono Surono dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia pada Rabu 13 April 2016 bahwa kerjasama Indonesia-RRT mulai dari tanggal 23 April 2004, Pemerintah Indonesia MoU dengan Pemerintah China RRT yang ditandatangani oleh Men-KKP dan Mentan tentang perikanan.
Dasar MoU tersebut, pada tanggal 25 April 2005, deklarasi bersama antara RI dan RRT mengenai kemitraan strategis. Hal ini berulang kembali untuk memantapkan program kerjasama, sehingga diperlukan MoU, sebagaimana pada tanggal 21 Januari 2010, Rencana aksi implementasi Deklarasi Bersama antara RI dan RRT mengenai kemitraan strategis. Untuk memperkuat jalannya pendudukan aseng China RRT, pemerintah Indonesia saat itu menggelar karpet merah bagi China melalui MoU (kerjasama) pada 23 Maret 2012, MoU kerjasama Maritim antara pemerintah RI dan RRT.
Yang paling dahsyat bahwa MoU itu belum dicabut oleh pemerintah RI hingga sekarang, masih tetap berjalan. Pada tanggal 2 Oktober 2013 lalu juga, diadakan MoU Kerjasama KKP RI dengan Kementan RRT, yang isinya menyepakati tentang banyak hal, termasuk penangkapan ikan di laut Indonesia memakai sistem lelang kuota. Mereka anggap melalui berbagai isi MoU seperti meningkatnya investasi perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan produk dan pemasaran maupun sebaran kapal-kapal perikanan tangkap yang berukuran 1000-5000 Gross Ton.
Dalam MoU tahun 2013 itu bahwa pemerintah Indonesia dan China juga siap saling bertukar data dan informasi, mulai dari data Vessel Monitoring System (VMS), eksport dan impor produk perikanan, pendaratan ikan, penangkapan ikan terukur sistem kuota, usaha patungan dan investasi budidaya darat, registrasi dan sertifikasi kapal penangkap ikan di bawah pengaturan yang merujuk kepada pasal–pasal MoU. Semua ini di bawah kendali asing yang bebas mereka lakukan apa saja di negeri ini.
Pemerintah menduga, MoU tersebut membawa keberuntungan, namun ternyata penguasaan asing terhadap masa depan perikanan Indonesia. Mengapa demikian? MoU tersebut telah jauh masuk kearah pengembangan kerjasama secara teknis bidang perikanan tangkap dan budidaya, teknologi pascapanen, peningkatan pendapatan pascaproduksi dan produk perikanan bernilai tambah, perlindungan keanekaragaman hayati perikanan hingga pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perikanan.
Kemudian disepakati juga dibentuk Komisi Bersama untuk menindaklanjuti MoU oleh beberapa Kementerian. Faktanya, regulasi Kepmen No 98 tahun 2021 tentang penangkapan ikan terukur, sala satu syarat teknis kebijakan tersebut, adalah pembentuk tim teknis di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang disebut tim beauty Contest. Tugas pokok dan fungsinya bekerja mencari, memanggil, meminta, menetapkan dan memberi kuota lelang tangkap ikan.
Sekarang mayoritas MoU itu dijalankan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui fasilitas jaminan investasi penangkapan ikan memakai sistem kuota lelang tangkap. Terutama, soal kerjasama dengan asing dalam hal sosialisasi, penangkapan ikan dan penyuluhan perikanan. Dalam susunan kebijakan, sudah bisa diprediksi kedepan, kapal asing akan menjadi raja disemua WPPNRI untuk menangkap ikan.
Menurut data yang bersumber dari Ditjen KSA tahun 2014 bahwa hubungan kerjasama ASEAN, dimulai secara informal pada tahun 1991 dan menjadi mitra wicara penuh ASEAN pada tahun 1996. Kerjasama kemitraan ASEAN meningkat menjadi kerjasama kemitraan strategis pada tahun 2003 hingga 2021 ini, disemua level kebijakan dan regulasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Kerjasama yang menonjol adalah ekonomi, maritim, kelautan dan perikanan.
Terbukti, disepakati melalui perjanjian baru pada 3 Maret 2014 secara lebih teknis. Pertemuan pertama Joint Committee on Fisheries Cooperation dengan delegasi investor asing. Dalam pertemuan tersebut, merupakan tindak lanjut dari penandatanganan MoU Perikanan RI dengan investasi maupun pengusaha yang berasal dari negara lain. Titik fokus pada dua agenda pokok yaitu rancangan pengaturan kerjasama penangkapan ikan berbasis kuota dan pengelolaan daerah perikanan terpadu di semua WPPNRI.
Discussion about this post