Selanjutnya, tambah dia, penggunaan speaker atau toa yang ada di rumah-rumah ibadah jika dimanfaatkan secara tidak terkendali, itu juga bisa mengganggu kenyamanan penganut agama lain.
Sidang Gugatan PT WNI Diaspora, Kuasa Hukum Pemohon Sampaikan Hal Ini https://t.co/yt1wAPB14K
— Penasultra.id (@penasultra_id) February 25, 2022
“Penggunaan microphone atau toa bolehlah digunakan untuk syiar. Tapi tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan harus bisa dikendalikan. Kalau sudah diatur atau dikendalikan, maka akan menimbulkan kenyamanan dan keseimbangan antara agama yang satu dengan agama lain. Dan itu baik dalam kehidupan bermasyarakat,” ujar dia.
Dikatakannya, maksud dari pernyataan Menteri Agama itu baik. Ia berharap, agar pernyataan Menteri Agama harus disikapi secara arif dan lapang dada. Jangan disikapi secara berlebihan.
“Saya kira SE Menteri Agama bagus sekali. Pengaturan seperti itu sangat baik agar tidak berdampak buruk bagi sesama penganut agama,” tuturnya.
Di beberapa negara muslim pun, lanjut dia, mengatur pula tentang adzan yang menggunakan alat pengeras suara, seperti di Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, dan beberapa negara bagian di Malaysia. Jadi, baguslah bila ditertibkan seperti itu juga di Indonesia.
Pemerhati Sosial Keagamaan Sulawesi Tenggara (Sultra) ini mengajak masyarakat dan netizen agar menyikapi secara arif pernyataan Menteri Agama tersebut. Sebab, maksud dari Menteri Agama itu sangat baik dalam memberikan pengandaian agar bisa dimengerti.
Discussion about this post