Sementara itu, Dosen Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga, Siti Aminah, menyebut tidak terbukanya pengelolaan keuangan partai adalah hal yang wajar. Pasalnya ada banyak sumber keuangan partai yang tidak hanya berasal dari keuangan negara. Sumber keuangan partai politik yang berasal dari sumbangan pihak ketiga, ujarnya, dinilai tidak dapat dipertanggungjawabkan pelaporannya oleh partai politik karena berisiko secara hukum.
Siti Aminah, yang juga Direktur Center for Security and Welfare Studies (CSWS) FISIP Univeristas Airlangga mengatakan akuntabilitas partai politik tidak hanya terkait laporan keuangan yang wajib dibuka dan dilaporkan secara berkala. Namun, juga terkait program partai yang merepresentasikan diri dalam eksekutif maupun legislatif yang mewakili rakyat.
“Partai politik itu sebenarnya menurut saya, kurang paham bahwa partai itu adalah lembaga publik yang dapat alokasi dana atau bantuan dari APBN maupun APBD. Jadi, itu ada kesalahpahaman antara pengurus partai atau elite-elite partai dengan kebijakan atau Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 ini,” katanya.
Hasil riset AJI Surabaya dan ICW juga menunjukkan bahwa sebagian besar partai politik tidak memiliki, bahkan tidak mengetahui bahwa setiap badan publik, termasuk partai politik, harus memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Komisioner Komisi Informasi (KI) Jawa Timur, Eko Purwanto turut pula menambahkan. Ia mengatakan keterbukaan informasi adalah amanat Undang-Undang yang memiliki konsekuensi hukum maupun sosial bagi badan publik yang tidak mau terbuka atau transparan. Akuntabilitas partai politik dapat dilihat dari transparansi partai politik, dan partisipasi masyarakat terhadap partai politik yang ada.
“Tujuan dari keterbukaan informasi itu memang akuntabilitas, satu adalah transparansi, setelah kemudian transparan orang baru bisa mengevaluasi, maka kemudian timbul lah namanya partisipasi, partisipasi untuk apa, untuk memperbaiki. Setelah kemudian terverifikasi oleh masyarakat, maka kemudian timbullah namanya akuntabilitas itu. Kalau kemudian tanpa proses transparansi dan partisipasi, akuntabilitas juga tidak bisa berjalan,” papar dia.
Sumber: voaindonesia
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post