Sang suami, yang menjadi tulang punggung keluarga, juga sudah tak mampu menafkahi keluarga sejak penyakit stroke yang diderita dua tahun lalu.
Kepada awak media ini, NH mengaku, bantuan PKH baginya dan keluarga sangat membantu biaya sekolah empat cucunya, namun apa daya bagi NH, sejak terhentinya bansos tersebut, tiga cucunya kini tak lagi bersekolah dan terpaksa harus bekerja untuk menambah kebutuhan sehari-harinya.
Ironis memang, kondisi NH yang kini tengah sakit-sakitan, ditambah keluarga ini tinggal di Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang mana dinding dan lantai papan yang mulai nampak lapuk dengan atap rumbia yang mengalami kebocoran dibeberapa titik, PKH wanita paruh baya ini justru dihentikan.
Selama menerima PKH, ATM dan Pin rekening PKH miliknya diduga dipegang oleh SY yang kala itu menjabat sebagai pendamping PKH Desa Parida.
“Ada tetangga yang datang minta ATMku dengan Pinnya, katanya Ibu SY yang suruh dia. Saya sempat menolak karena setahu saya ATM dan nomor Pin PKH hanya penerima yang tau dan pegang, tapi karena katanya yang lain sudah stor, jadi terpaksa saya mengikuti saja. Jadi saya hanya dikasi uang tunai selama terima PKH. 2019 awal PKH ku dihentikan, karena katanya pendamping PKH saya sudah tidak layak, karena anak sekolah yang di KK ku itu adalah cucu jadi tidak memenuhi syarat,” keluh NH pada awak media Penasultra.id, baru-baru ini.
Informasi yang dihimpun, nasib yang dialami IRT itu ternyata juga dirasakan oleh beberapa warga Desa Parida lainnya. Namun mereka enggan berkomentar sebab takut.
PKH yang bertujuan untuk mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta mengubah perilaku yang kurang mendukung serta peningkatan kesejahteraan dari kelompok paling miskin itu sepertinya tak berpihak kepada NH.
Sementara, SY saat hendak dikonfirmasi ihwal itu via telepon selulernya belum lama ini, tidak menanggapi.
Penulis: Sudirman Behima
Discussion about this post