Hasto juga menjelaskan tentang pentingnya pencegahan stunting dari hulu. Karena itu Hasto menyampaikan strategi dengan pola mendekati yang menikah.
“Data di NTT, jumlah kehamilan sebanyak 131 ribu per tahun. Dari jumlah kehamilan ini, maka yang menikah jumlahnya antara 50 ribu sampai 60 ribu. Dari jumlah yang menikah ini, maka yang hamil di tahun pertama itu sebanyak 80 persen atau sekitar 40 ribu. Pemerintah daerah perlu mendekati pasangan calon pengantin, supaya bayi yang lahir itu tidak stunting. Kalau berhasil mendekati 40 ribu ini maka bisa dihadang lahirnya bayi-bayi stunting yang baru,” beber Hasto.
Menurut Hasto, BKKBN telah bersepakat dengan Kementerian Agama agar tiga bulan sebelum pernikahan dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi pasangan calon pengantin. Hasto mengatakan dirinya telah bertemu dengan Uskup Ruteng (Mgr. Siprianus Hormat, Pr) terkait pemeriksaan kesehatan bagi pasangan calon pengantin.
“Jika lingkar lengan kurang dari 23,5 centimeter dan Hb di bawah 12 maka boleh menikah tetapi kehamilannya yang ditunda sampai kondisinya sehat,” terang Hasto.
Sebelumnya, pada awal sambutannya, Hasto menyampaikan apresiasi kepada Gubernur NTT Viktor Laiskodat yang memprioritaskan KB kepada warga miskin di NTT.
“Langkah ini sangat strategis. Dalam peta menunjukkan bahwa mereka yang anaknya banyak berada di kantong-kantong yakni kemiskinan, rural atau perdesaan, dan yang berpendidikan rendah,” ujar Hasto.
Sementara itu, Viktor Laiskodat dalam sambutan juga mengatakan bahwa berdasarkan hasil pengukuran dengan antopometri, angka stunting di NTT mengalami penurunan menjadi 17,7 persen. Namun demikian, dari 10 ribu Posyandu yang memiliki antopometri itu baru 5 ribu.
“Di Posyandu yang belum punya antopometri maka dibawa untuk diukur di Posyandu yang memiliki alat antopometri,” kata Gubernur NTT.
Meski demikian, Viktor optimis angka stunting di NTT dapat diturunkan lagi sehingga mencapai target nasional 14 persen. Salah satu faktor keberhasilan penurunan stunting ini adalah konsumsi daun kelor yang disebutnya sebagai “pohon ajaib” karena kandungan gizi yang tinggi, selain itu nilai ekonomisnya juga cukup menjanjikan.
Discussion about this post