PENASULTRAID, GUNUNGKIDUL – Kepolisian Daerah (Polda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bersama Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) serta Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul melakukan sosialisasi dan edukasi larangan penyembelihan ruminansia (hewan pemamah biak, seperti sapi dan kambing) betina produktif dan bahaya penyakit hewan ternak zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia) kepada pelaku usaha penyembelihan atau pemotongan hewan ternak (jagal) di Gunungkidul.
Kasubdit 2 Ditintelkam Polda DIY Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Dwi Prasetio Nugroho menuturkan, pihaknya bersama DPKH dan Dinkes Gunungkidul mengharapkan seluruh jagal di Gunungkidul mematuhi regulasi bahwa ternak ruminansia betina produktif dilarang disembelih karena merupakan penghasil ternak yang baik.
“Kecuali untuk keperluan penelitian, pemuliaan atau untuk keperluan pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan,” ujar Dwi dalam keterangannya, Sabtu 21 September 2024.
Selain melakukan pengawasan lalu lintas ternak, Polda DIY juga mengharapkan tukang jagal di Gunungkidul turut serta mendukung dan berupaya melakukan pencegahan munculnya penyakit hewan salah satunya antraks, agar tidak terulang dan kembali muncul hingga menjangkit ke manusia. Sehingga, tercipta masyarakat yang sehat dan situasi aman tenteram, khususnya menjelang Pilkada serentak 2024 di Gunungkidul.
“Jagal diharapkan mematuhi regulasi tidak boleh menyembelih hewan ternak betina produktif dan memahami terkait bahaya penyakit hewan ternak zoonosis sehingga mereka dapat menyembelih hewan yang sehat dan berkelamin jantan,” ungkap Dwi.
Pada kegiatan yang dilaksanakan Kamis 19 September 2024 di Griya Hinggil (GH) Resto Jalan Kyai Legi RT.7/RW.4, Bansari, Kepek, Wonosari ini menghadirkan narasumber Medik Veteriner Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) DPKH Gunungkidul drh. Ika Tuti Kustianingsih, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Gunungkidul Sidig Hery Sukoco dan Kanit 1 Subdit 1 Ditreskrimsus Polda DIY Ajun Komisaris Polisi (AKP) Hadi Purwanto.
Ika Tuti menyampaikan, manusia memiliki risiko tertular penyakit melalui hewan ternak yang dikenal dengan zoonosis, salah satunya antraks. DIY merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang endemik penyakit antraks.
“Sejak 2019 kasus antraks setiap tahunnya selalu muncul, wabah penyakit ini terjadi secara konsisten tetapi terbatas pada wilayah tertentu di kabupaten Gunungkidul,” ucapnya.
Sementara itu, menurut Sidig Hery, kasus antraks yang kembali berulang di wilayah Gunungkidul memerlukan langkah-langkah penanganan yang tuntas dan upaya pencegahan secara masif.
Untuk itu salah satu cara memutus berulangnya kasus antraks memerlukan upaya dari masyarakat di antaranya peternak dan pelaku usaha, tokoh masyarakat dan sivitas akademika (dosen dan mahasiswa) serta pemerintah.
Pencegahan secara masif yang dapat dilakukan di antaranya melalui edukasi, sosialisasi dan pemberian vaksin anti antraks kepada hewan ternak.
“Beberapa kasus antraks di Gunungkidul terjadi dan beberapa kali terulang kembali salah satunya disebabkan karena adanya kebiasaan brandu/purak,” jelasnya.
Masyarakat Gunungkidul khususnya para peternak diimbau tidak lagi melaksanakan kebiasaan brandu/purak, karena hal tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan warga yang mengkonsumsi daging hewan yang telah terjangkiti penyakit khususnya hewan yang telah terjangkit antraks.
Sementara itu, Hadi Purwanto menegaskan, bersama Polda DIY, kegiatan kali ini mencoba melakukan sosialisasi dan edukasi, berusaha memberikan pemahaman kepada jagal, peternak dan masyarakat untuk tidak menyembelih ruminansia betina produktif dan meninggalkan kebiasaan brandu/purak hewan ternak yang telah mati.
Discussion about this post