PENASULTRAID, BALI – Praktik intercropping atau tumpang sari telah lama dikenal dalam budaya pertanian di Indonesia.
Hal ini terungkap dalam gelaran International Conference on Oil Palm & Environment (ICOPE) 2025 bertema “Transformasi Agro-Ekologis Kelapa Sawit: Menuju Pertanian yang Ramah Iklim dan Lingkungan”, “Oil palm agro-ecological transformation: towards climate- and nature-positive agriculture” yang digelar di Bali Beach Convention, Sanur pada 12-14 Februari 2025 lalu.
Selain meningkatkan pendapatan petani, sistem ini juga bermanfaat bagi kesehatan tanah serta keanekaragaman hayati. Namun, pertanyaannya adalah bagaimana sistem ini bisa diadopsi dengan cara yang benar dalam skala yang lebih luas?.
Diwakili oleh dua junior mahasiswa didikannya, Aritta Suwarno dari University of Wageningen, Belanda Netherlands menyoroti potensi tumpang sari dalam perkebunan kelapa sawit, khususnya di wilayah Bengkulu dan Kalimantan.
“Kami telah melakukan riset di Bengkulu dengan luas lahan 50 ribu hektare, di mana dalam sistem ini ditanam 112 pohon pisang per hektare. Hasilnya, dalam 12 bulan pisang bisa dipanen. Dan harus diketahui pisang memiliki pasar yang luas dan permintaan yang stabil,” ujarnya.
Selain itu, tumpang sari dengan pisang juga menciptakan peluang bisnis baru yang lebih adil antara petani dan perusahaan.
Dengan adanya kekurangan pasokan pisang di pasar, skema ini membantu meningkatkan kesejahteraan petani tanpa harus meninggalkan sektor perkebunan sawit.
Selain pisang, penelitian juga dilakukan terhadap tumpang sari kelapa sawit dengan semangka. Berbeda dengan pisang yang membutuhkan waktu panen 12 bulan, semangka bisa dipanen dalam waktu 65 hari setelah tanam, sehingga memberikan alternatif pendapatan yang lebih cepat bagi petani.
Di Bengkulu, sekitar 150 hektare lahan sawit telah dimanfaatkan untuk budidaya semangka. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada dampak negatif terhadap produksi kelapa sawit.
Bahkan, beberapa petani lebih menyukai semangka karena dapat segera menghasilkan keuntungan dalam waktu singkat.
“Kami juga menghubungkan petani pemilik lahan sawit dengan petani yang ingin menanam semangka. Kami membantu mereka dalam pendanaan serta akses ke pasar, sehingga ekosistem bisnis ini bisa berkembang dengan baik,” jelas tim peneliti.
Discussion about this post