Menurut Kepala BKSDA Sumbar Ardi Andono, “Jika melihat ekologi dari buaya muara, musim kawin biasanya terjadi saat musim hujan atau saat debit air di sungai tinggi. Namun kenaikan suhu udara (climate change) juga bisa merangsang buaya untuk reproduksi.
Menurutnya musim kawin terjadi di kedalaman sungai sehingga akan sangat jarang tampak oleh manusia. Meskipun namanya sebagai buaya muara, namun buaya jenis ini cenderung memilih area di pinggir sungai air tawar untuk meletakkan telurnya. Terutama di daerah rawa.
“Musim kawin biasa terjadi satu hingga dua bulan. Kemungkinan besar terjadi pada November sampai Desember. Setelah kawin, buaya betina akan memilih tempat bersarang dan membuat atau mengamankan teritorial sekitar sarang bersama-sama antara jantan dengan betina”.
Berdasarkan informasi di atas, musim kawin juga mampu menjadi faktor pemicu agresifitas buaya, sehingga beberapa jenis dari mereka akan menjadi lebih sensitif dan mudah menyerang.
Upaya Mengatasi Terjadinya Konflik
Penulis berpendapat bahwa mesti ada kerja sama antara BKSDA dengan pemangku kepentingan. Dalam hal ini BKSDA Sultra tidak dapat bergerak sendiri. Perlu adanya dukungan dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah dalam mengatasi serangan buaya kepada masyarakat.
Perlu ditetapkan kesepakatan dan rancangan kawasan konservasi atau zona habitat buaya yang jauh dari jangkauan aktivitas manusia. Sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat dan bagi keberlangsungan hidup buaya rawa sebagai upaya perlindungan hewan yang diamanatkan UUD.
Dengan kejadian ini, maka penulis berharap, adanya respon cepat BKSDA dan pemerintah setempat terkait kejadian ini. Agar tidak ada lagi korban yang berjatuhan akibat serang buaya.
Upaya yang dilakukan adalah harus membatasi atau melarang kegiatan masyarakat pada lokasi yang telah diidentifikasi adanya predator buaya muara, melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat, dengan melalui media online, media sosial berupa poster, video sumber informasi bagi masyarakat.
Mengimbau kepada masyarakat jika ada yang menemukan sarang buaya diminta melapor ke BKSDA Sultra. Selain itu membuat papan peringatan kepada masyarakat agar tak beraktivitas di sekitar lokasi yang diperkirakan terdapat sarang buaya.
Upaya lain adalah BKSDA Sultra menyediakan fasilitas call center kepada masyarakat yang dapat dihubungi 7×24 jam untuk menerima laporan kemunculan atau konflik buaya seperti yang dilakukan BKSDA di Kepulauan Maluku dan Maluku. Dengan begitu melalui call center ini diharapkan antisipasi serangan buaya kepada manusia di Sulawesi Tenggara berjalan efektif sehingga konflik manusia dan buaya dapat diatasi.(***)
Penulis adalah Dosen Biologi Universitas Sembilanbelas November Kolaka
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post