Lebih jauh Yudo mengatakan operasi penyelamatan pilot Susi Air itu melibatkan 36 prajurit. Hingga laporan ini disampaikan, satu personil TNI diketahui gugur akibat serangan KKB akhir pekan lalu, yaitu Pratu Miftahul Arifin. Sementara itu empat prajurit TNI lainnya mengalami luka-luka karena ditembak dan jatuh saat berupaya menyelamatkan Miftahul Arifin, yang jatuh ke jurang setelah ditembak KKB.
“Ada tiga yang luka tembak dan satu luka karena terpeleset. Alhamdulillah kondisinya mereka sehat semuanya. Mereka masih sadar. Mudah-mudahan bisa pulih kembali,” jelas Yudo, seraya menambahkan empat personel lainnya masih belum diketahui keberadaannya.
“Yang belum terkonfirmasi sampai saat ini ada 4 personel. Saat ini masih kami cari, situasinya seperti itu. Saat ini kami konsentrasi untuk evakuasi yang meninggal. Karena yang meninggal terjatuh di jurang makanya kami usahakan untuk evakuasi,” ucap Yudo.
Selanjutnya TNI akan melakukan evaluasi terkait dengan operasi penyelamatan pilot Susi Air yang disandera KKB sejak Februari 2023.
“Dengan adanya seperti ini nanti akan menjadi evaluasi semuanya. Saya tidak bisa menentukan hari ini,” kata Yudo.
Amnesty International Kecam Status Operasi
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai keputusan TNI yang meningkatkan status operasi menjadi siaga tempur merupakan hal keliru dan gegabah. Pertama, pilihan kebijakan dan tindakan itu sangat berpotensi menimbulkan pertumpahan darah di Papua.
“Banyak korban sipil yang jatuh, akan bertambah jumlah anggota TNI yang tewas. Lalu, akan banyak pula fasilitas layanan umum yang terdampak,” katanya.
Kedua, pilihan kebijakan yang dipilih TNI itu telah melangkahi mekanisme undang-undang yang mensyaratkan perlu adanya keputusan presiden dan persetujuan DPR sebagai keputusan politik negara. Ketiga, kebijakan itu bisa dianggap mendahului kajian yang tengah dilakukan oleh Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) atas perintah presiden.
Discussion about this post