PENASULTRAID, KENDARI – Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara, Hugua menjadi salah satu narasumber utama dalam seminar bertema Ruang Partisipasi Pemuda dalam Kebijakan Publik, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Halu Oleo (UHO), di Aula Bahtiar FISIP UHO pada Jumat 31 Oktober 2025.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh Dekan FISIP UHO, Ketua Jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan, Sekretaris Jurusan, para dosen FISIP, serta ratusan mahasiswa dari berbagai program studi. Selain Wakil Gubernur Sultra, hadir pula Anggota DPRD Kolaka Timur dan DPRD Konawe Selatan sebagai narasumber yang turut memberikan pandangan terkait peran pemuda dalam proses kebijakan publik.
Dalam kesempatan tersebut, Hugua mengawali paparannya dengan menegaskan bahwa pemuda masa kini bukan sekadar penerus bangsa, tetapi telah menjadi aktor penting yang harus dilibatkan dalam perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan publik.
“Pemuda saat ini bukan lagi hanya pewaris, tetapi pelaku utama dalam menentukan arah kebijakan publik. Mereka harus memahami proses kebijakan — dari perumusan, pelaksanaan, hingga pengawasan — agar kebijakan yang lahir benar-benar relevan dan berpihak pada masyarakat,” ujar Hugua.
Menurutnya, pemahaman terhadap sejarah, geopolitik, dan konteks sosial wilayah menjadi kunci bagi pemuda untuk mampu berperan secara strategis. Ia menekankan pentingnya pemahaman masa lalu untuk merancang masa depan yang lebih bijak.
“Kalau kita tidak mengerti masa lalu, kita tidak akan bijak. Tapi kalau kita memahami kompleksitas masa lalu, kita bisa menyederhanakannya melalui cara pandang hari ini, dan dari situ kita bisa merencanakan tindakan masa depan,” jelas Hugua.
Dalam paparannya, Hugua mengajak peserta untuk menelusuri tiga tonggak sejarah penting kebangkitan bangsa, mulai dari Budi Utomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), hingga Proklamasi Kemerdekaan (1945).
Menurutnya, setiap tonggak sejarah tersebut merupakan simbol kesadaran kolektif pemuda Indonesia dalam memperjuangkan persatuan dan kebebasan berpikir, yang kini harus diterjemahkan ke dalam aksi nyata dalam ruang kebijakan publik.
“Bayangkan di masa penjajahan dulu, kaum muda bisa bersatu menentang perpecahan yang ditanamkan penjajah. Hari ini, tantangan kita bukan lagi melawan penjajah asing, tapi melawan keterbelakangan dan sikap apatis terhadap bangsa sendiri,” tutur Hugua.
Ia menegaskan bahwa generasi muda Sulawesi Tenggara harus memahami posisi geopolitik dan geostrategis daerahnya, sebab menurutnya, pemahaman itu akan menentukan arah keterlibatan pemuda dalam ruang publik dan pembangunan daerah.
Lebih jauh, Hugua menjelaskan bahwa dalam konteks Sulawesi Tenggara, potensi ekonomi daerah sangat bergantung pada tiga sektor utama, yakni pertanian dalam arti luas, industri masif sebagai turunan hilirisasi sumber daya alam, serta sektor pariwisata.
Ketiga sektor tersebut, menurutnya, menjadi basis utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang memerlukan generasi muda kreatif dan kompeten untuk menggerakkannya.


Discussion about this post