“PDRB kita masih didominasi sektor pertanian, sementara tambang banyak menyumbang ke pendapatan pusat. Karena itu, generasi muda Sultra harus punya visi strategis untuk mengolah potensi lokal dan menciptakan nilai tambah dari sektor unggulan daerah,” ungkapnya.
Di tengah paparannya, Hugua juga membagikan refleksi pribadinya mengenai pentingnya kematangan karakter dan kejiwaan dalam kepemimpinan.
Ia mengutip pandangan beberapa tokoh yang mempengaruhi cara berpikirnya, seperti Tony Robbins, yang menekankan bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh pengetahuan (IQ), tetapi juga oleh kematangan emosional dan budi pekerti (EQ dan SQ).
“Menurut Tony Robbins, hanya 20 persen kesuksesan ditentukan oleh pengetahuan, sedangkan 80 persen oleh kematangan diri. Jadi IPK 4,0 saja tidak cukup kalau tidak punya akal budi, tata krama, dan kearifan lokal,” tegasnya.
Hugua mengingatkan mahasiswa FISIP UHO bahwa kecerdasan sejati adalah keseimbangan antara akal, budi dan sehat antara ilmu pengetahuan dan kearifan lokal, sebagaimana nilai-nilai budaya Sulawesi Tenggara seperti kalosara dan lembaga adat yang mengajarkan kebijaksanaan sosial.
Menutup paparannya, Wakil Gubernur Hugua menegaskan bahwa generasi emas Indonesia 2045 adalah generasi yang tidak hanya berpendidikan, tetapi juga memiliki visi, keterampilan, perilaku, dan karakter juara.
“Generasi emas itu bukan hanya cerdas, tapi juga punya visi juara, skill juara, perilaku juara, dan karakter juara. Itulah yang akan membawa bangsa ini menjadi kuat, sejahtera, dan berdaya saing di masa depan,” pungkasnya.
Seminar Ruang Partisipasi Pemuda dalam Kebijakan Publik ini menjadi momentum reflektif bagi mahasiswa untuk memahami bahwa peran pemuda bukan hanya sebagai pengamat, tetapi sebagai pelaku perubahan dan mitra strategis pemerintah dalam menciptakan kebijakan publik yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:


Discussion about this post