PENASULTRAID, JAKARTA – Wakil Gubernur (Wagub) Sulawesi Tenggara (Sultra), Hugua menghadiri Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Direktorat Jenderal Penataan Ruang Laut yang mengusung tema Tata Ruang Laut Untuk Ekonomi Biru Menuju Indonesia Emas di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa, 15 Juli 2025.
Dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi, termasuk Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Staf Ahli Menteri Badan Usaha Milik Negara, Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut, serta berbagai kepala dinas terkait dari seluruh Indonesia.
Dalam sambutannya yang penuh wawasan, Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan pandangannya mengenai “kepanikan yang berlebihan” terhadap dampak perubahan iklim. Ia menegaskan bahwa, meskipun perubahan iklim membawa tantangan, kepala daerah sebetulnya memiliki potensi besar dalam mengelola iklim dengan baik.
“Ini bukan berarti tidak menghasilkan atau mendatangkan nilai ekonomi, tetapi sebetulnya dapat menciptakan nilai ekonomi yang tinggi,” ujar Menteri Sakti.
Pandangan ini menggarisbawahi pentingnya adaptasi dan inovasi dalam menghadapi tantangan lingkungan, mengubahnya menjadi peluang ekonomi, khususnya di sektor kelautan dan perikanan yang menjadi tulang punggung perekonomian banyak wilayah pesisir. Pesan ini resonate kuat dengan visi pembangunan di provinsi kepulauan seperti Sulawesi Tenggara.
Integrasi Tata Ruang dan Kebijakan Nasional
Sesi pemaparan dari Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah, Agraria, dan Tata Ruang menjelaskan bahwa kebijakan pemerataan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilandasi oleh Perpres 139/2024.
Regulasi ini bertujuan untuk mensinkronkan dan mengoordinasikan pembangunan infrastruktur dan kewilayahan antar kementerian terkait, termasuk Kementerian ATR & BPN, Pekerjaan Umum, Perumahan & Kawasan Permukiman, Transmigrasi, dan Perhubungan.
Konsep Satu Penataan Ruang (One Spatial Planning Policy – OSPP) diperkenalkan sebagai upaya mengharmonisasikan ruang secara terintegrasi, mencakup darat, udara, laut, dan bawah bumi. Prinsip-prinsip OSPP menekankan kesetaraan nilai ruang, keterhubungan fungsi, kehati-hatian, keberlanjutan, kepastian hukum, dan harmonisasi lintas sektor.
RTRWN (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional) secara filosofis adalah pedoman penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, didukung dasar hukum yang kuat (UU 5/1960, UU 26/2007, UU 32/2014, PP 21/2021). Begitu pula dengan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) yang menjadi alat vital merinci tata ruang pada skala lebih detail, mempermudah pemanfaatan ruang dan mengurangi konflik lahan.
Selain itu juga, Pemerintah berencana menjawab tantangan ini melalui Kebijakan Pembangunan Nasional (RPJPN 2025-2045) dengan visi “NKRI yang Bersatu, Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan” dan “Trisula Pembangunan” yang menargetkan pertumbuhan ekonomi 8%, penurunan kemiskinan, dan peningkatan kepemimpinan internasional.
RPJMN 2025-2029 menetapkan 7 Prioritas Nasional, termasuk ketahanan pangan, energi, dan air, serta pengembangan industri maritim, pariwisata, dan ekonomi kreatif. Kebijakan agraria juga difokuskan pada penataan dan legalitas akses tanah di pesisir, reforma agraria berbasis kepulauan, serta perlindungan hak kolektif masyarakat adat, yang relevan bagi banyak komunitas.
Masa Depan Penataan Ruang Laut
Direktur Jenderal Penataan Ruang Laut, Kartika Listriana menggarisbawahi pentingnya sinergi dan integrasi program prioritas ekonomi biru dalam RTRWN 2025-2045.
Penyelenggaraan penataan ruang laut didasarkan pada empat pilar: Perencanaan, Pemanfaatan, Pengendalian, dan Pembinaan. Tujuannya adalah mencapai “Triple Win” (Sosial, Ekonomi, Lingkungan) yang meningkatkan kesejahteraan, kepastian hukum investasi, dan pelestarian keanekaragaman hayati.
Isu-isu strategis seperti sinkronisasi muatan RTRL ke dalam RTRW Provinsi, fragmentasi kebijakan, dan ketidaksesuaian batas wilayah laut antar daerah menjadi pekerjaan rumah yang serius.
Sebagai terobosan, digitalisasi penataan ruang laut melalui Ocean Monitoring System yang memanfaatkan Big Data, AI, dan GIS diharapkan mampu mendukung efektivitas pengelolaan dan perizinan. Target PNBP dari penyelenggaraan KKPRL (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) juga menunjukkan potensi ekonomi yang besar dari pemanfaatan ruang laut.
Discussion about this post