Pertama, kami melihat tidak adanya upaya persuasif yang dilakukan secara optimal oleh aparat Kepolisian dalam menangani massa, sebaliknya langsung melakukan tindakan paksa begitu saja degan membubarkan massa aksi.
Padahal dalam Protap pengendalian massa (Dalmas) yang berlaku di Polri, upaya persuasif harus selalu didahulukan serta diupayakan seoptimal mungkin dengan cara memaksimalkan peran tim negosiator Polri untuk membangun komunikasi serta negosiasi degan pihak pengunjuk rasa. Tujuannya adalah agar situasi penyampaian pendapat di muka umum tetap berada dalam situasi yang kondusif dan terkendali.
Jika upaya persuasif gagal, dimana massa unjuk rasa tetap tidak tertib dan tidak terkendali meski sudah berusaha dilakukan negosiasi, barulah upaya paksa dimungkinkan untuk dilaksanakan.
Itupun dilakukan setelah diberikan seruan terlebih dahulu kepada massa aksi sebanyak tiga kali berturut-turut berisi himbauan agar tetap menjaga suasana dan tertib dalam melakukan penyampaian pendapat di muka umum. Barulah setelah itu dilakukan upaya paksa berupa penghalauan atau pembubaran massa. Selengkapnya, ketentuan mengenai ini bisa dibaca diantaranya pada pasal 8 dan Pasal 9 Perkap No. 16/2006, Protap Dalmas, bagian tahap pelaksanaan.
Kedua, terkait cara pembubaran massa dengan menggunakan helikopter. Kami coba melihatnya dari dua sisi. Pertama, dari sisi regulasi atau prosedur. Sepanjang kajian kami terhadap peraturan yang ada, khususnya berkaitan dengan prosedur pengamanan unjuk rasa atau pengendalian massa.
Kami tidak menemukan satupun ketentuan mengenai penggunaan peralatan berupa helikopter ataupun kendaraan udara lainnya dengan spesifikasi yang sama dengan itu sebagai bagian peralatan yang boleh digunakan untuk menghalau atau membubarkan massa.
Penggunaan helikopter dimungkinkan dalam kegiatan Dalmas sejauh hanya sebagai sarana melakukan pemantauan atau untuk memberikan himbauan kepolisian kepada massa unjuk rasa, tetapi bukan untuk menghalau dan membubarkan massa degan cara melakukan manuver sana sini seperti halnya helikopter dgn spesifikasi tempur milik kesatuan militer.
Ketentuan yang berkaitan dgn ini bisa dibaca misalnya pada Pasal 8 ayat 1 poin (b), atau juga pasal 9 ayat 1 poin (c), dst. Kedua dari sisi teknis. Penggunaan helikopter degan cara terbang rendah sambil manuver sana sini tentu membahayakan keselamatan semua orang yang ada di bawahnya.
Sebab, helikopter kepolisian ini bukanlah helikopter dengan spesifikasi tempur yang bisa melakukan manuver bebas untuk menghalau dan menyerang musuh. Andai pada saat melakukan manuver itu, helikopter tersebut mengalami gagal fungsi atau terjadi “human error” dan terjadi kecelakaan, maka kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi dgn semua orang yang ada di situ pada saat itu.
Maka itu, pengambil kebijakan di internal Kepolisian mesti mengevaluasi efektivitas, juga legalitas, penggunaan helikopter untuk menghalau atau membubarkan massa aksi ini.
Hal ketiga yang kami soroti adalah riwayat sebelumnya memicu aksi demonstrasi besar-besaran hari ini. Kita tahu semua ini berawal dari kejadian terbunuhnya dua orang mahasiswa diduga diakibatkan oleh penembakan secara brutal oleh aparat sedang mengamankan aksi unjuk rasa, tepat satu tahun lalu.
Kita bersyukur eskalasi kekerasan dalam demonstrasi kali ini tdk sampai menimbulkan korban jiwa seperti pada tahun lalu. Kekerasan dan represi aparat memang menjadi preseden buruk terhadap institusi Kepolisian selama ini. Dan hal itu akan menimbulkan reaksi berupa resistensi atau perlawanan dari segenap kelompok masyarakat, khususnya dari kalangan mahasiswa.
Rantai kekerasan aparat kemudian dihadapi degan perlawanan ini tidak akan kunjung berhenti hingga institusi ini benar-benar mau mengoreksi dari dalam dan serius menyelesaikan kasus-kasus kekerasan yang melibatkan anggotanya degan cara pendisiplinan, edukasi, pembinaan utamanya dari segi mental dan karakter, dan yang paling penting adalah komitmen untuk penegakkan hukum secara murni dan konsekuen.(***)
Penulis merupakan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor Sulawesi Tenggara
Jangan lewatkan video terbaru:
Discussion about this post