PENASULTRAID, KENDARI – Di momen peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyerukan penghentian ekspansi industri tambang nikel yang terus menggerus ruang hidup rakyat, merusak ekosistem pesisir, dan memperparah ketimpangan pembangunan di wilayah-wilayah rentan seperti Pulau Kabaena.
Pulau Kabaena di Kabupaten Bombana menjadi contoh nyata ketimpangan struktural dalam pengelolaan sumber daya alam. Meski menjadi salah satu pusat eksploitasi nikel, masyarakat Kabaena justru menghadapi kerusakan infrastruktur jalan, krisis air bersih, degradasi lingkungan, dan lemahnya akses pelayanan dasar.
“Ada ironi besar di Kabaena, kekayaan alam dikeruk, tapi jalanan penuh lubang, air bersih sulit didapat, dan masyarakat hanya menerima debu dan kerusakan. Ini bukan pembangunan, tapi bentuk baru dari ketidakadilan ekologis,” tegas Direktur WALHI Sultra Andi Rahman dalam keterangannya, Rabu 4 Juni 2025.
WALHI mencatat, ekspansi tambang nikel di Sulawesi Tenggara tidak hanya menyebabkan deforestasi dan pencemaran air, tapi juga mengganggu ketahanan pangan lokal, menghancurkan kebun rakyat, serta merampas wilayah tangkap nelayan.
Pulau-pulau kecil seperti Kabaena, Wawonii, dan Labengki kini menghadapi tekanan ekologis yang jauh melampaui daya dukungnya.
Olehnya itu, di momen Hari Lingkungan Hidup Sedunia tahun ini, WALHI kembali mengajak untuk menolak model pembangunan yang menghancurkan pulau-pulau kecil atas nama transisi energi. Transisi yang adil tidak boleh dibangun di atas reruntuhan ruang hidup rakyat dan kehancuran ekosistem.
Discussion about this post