“Ya, karena pemerintahan sekarang, dinilai tidak berpihak kepada petani tembakau yang jumlahnya 24 juta jiwa (apabila dihitung bersama dengan keluarga inti). Padahal, bicara tembakau itu tidak hanya soal rokok. Kan bisa dikembangkan untuk produk lain, atau diekspor ke luar negeri, seperti Afrika atau negara lain,” ujar Trubus.
Suka atau tidak, kata Trubus, tembakau merupakan komoditas yang strategis. Tanaman ini menghasilkan industri yang banyak memberikan pendapatan kepada negara. Serta menyerap tenaga kerja yang cukup besar.
“Ini ada petani tembakau yang jumlahnya besar, seharusnya dibina dong. Bukan malah dibinasakan. Ingat, mereka tidak minta kerja kepada negara lho. Tapi kerja mandiri yang memberikan dampak kepada lapangan kerja baru,” kata Trubus.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan UU Kesehatan terkait Pengamanan Zat Adiktif, yang masih dibahas, kata Trubus, jelas sekali banyak pasal yang arahnya ‘membinasakan’ petani tembakau.
Dalam draf RPP UU Kesehatan terutama pada bagian pengaturan produk tembakau, isinya banyak larangan. Intinya, beleid ini seolah ingin mematikan industri hasil tembakau atau IHT. Sebut saja pasal mengenai pelarangan iklan dan promosi produk tembakau. Atau, pasal yang mengharuskan setiap bungkus rokok berisi minimal 20 batang.
“Kalau iklan dianggap tidak mendidik masyarakat untuk hidup sehat, tinggal dibuat aturan main saja yang berimbang. Bukan dengan melarang iklan atau promosi,” papar Trubus.
Sedangkan syarat setiap bungkus rokok berisi minimal 20 batang, tentunya berdampak kepada naiknya biaya operasional. Kalau itu terjadi, maka buruh IHT serta petani tembakau bakalan kena dampaknya juga. Karena itu, sejak awal, petani tembakau serta para serikat dan organisasi pekerja IHT terus melakukan protes dan penolakan.
Kebijakan Anti-Petani Tembakau
Guru Besar Universitas Airlangga (Unair), Prof Hotman Siahaan menyebut, kebijakan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengerek naik cukai rokok 11,6 persen pada 2023 jelas merugikan IHT dan petani tembakau. Padahal, kata dia, sektor industri ini adalah padat karya, khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT).
Bisa dibayangkan jika sektor IHT di daerah sentra tembakau nyungsep, perekonomian daerah itu pastinya ikut jeblok.
Discussion about this post