“Maka, ketika saya hamil, saya pun ingin anak saya yang lahir harus sehat, cerdas dan tak kurang suatu apapun. Apa yang harus saya konsumsi, selalu saya konsultasikan dengan dokter kandungan,” jelas Yayuk yang menilai penurunan dan pencegahan stunting tidak mungkin dilakukan BKKBN semata.
Pencegahan dan penurunan stunting di mata Yayuk adalah harga mati. Tidak boleh ditawar dan harus dijalankan segera. Karena itu, ia memberi apresiasi kepada Presiden Joko Widodo yang begitu ‘concern’ dengan program percepatan penurunan stunting.
“Mereka adalah anak-anak masa depan bangsa ini. Dari mereka lahir pemimpin bangsa yang kita harapkan. Akan menjadi kekuatiran bersama kalau angka stunting belum mampu kita turunkan,” urai Yayuk.
Alotnya menurunkan stunting di negeri ini, ditengarai Yayuk juga akibat masih ada keluarga yang malu mengakui anaknya mengalami stunting. Namun Yayuk optimis percepatan penurunan stunting akan terealisasi menuju 14 persen pada 2024. Hal ini melihat BKKBN begitu massif membangun kemitraan dan menggerakkan komponen bangsa untuk mempercepat penurunan stunting.
“Saya sendiri diberi amanah sebagai salah satu Duta Bunda Asuh Anak Stunting,” ujarnya.
Sebagai bunda asuh, saat ini terdapat 48 anak dalam pengasuhan Yayuk. Mereka bermukim di wilayah Yogyakarta. Tepatnya di Kabupaten Kulonprogo. Setidaknya setiap hari Yayuk menanggung konsumsi 48 anak asuhnya, berupa pemberian dua telur per anak, minimal selama enam bulan.
“Bantuan itu disalurkan melalui Tim Pendamping Keluarga (TPK). Tugas TPK selain menyalurkan bantuan dari para pihak, juga mendampingi keluarga risiko stunting agar bantuan yang diberikan tepat sasaran dan dikonsumsi setiap hari,” papar Yayuk.
Selain Kulonprogo, tepatnya di Kelurahan Kalirejo, Yayuk juga akan menjelajah Gunung Kidul, masih di DI Yogyakarta, di akhir September 2023. Bukan sendiri, ia akan mengajak beberapa rekannya. Lokasi yang dituju adalah Kecamatan Semanu. Di sana, selain menebar bantuan, Yayuk kemungkinan juga akan menggelar sosialisasi tentang stunting, penyebab dan solusinya.
Sosialisasi memang penting dilakukan. Mengapa? Menurut data, sebagian besar keluarga berisiko stunting berasal dari keluarga mampu. Penyebabnya, adanya pola asuh terhadap anak yang dilakukan tidak tepat.
“Ibu sibuk. Anak dirawat kakek dan neneknya. Mereka tidak paham tentang pola asuh. Untuk itu, perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat,” terang Yayuk.
Adakah kaitan stunting dengan dunia olahraga? Menurut Yayuk, “Ada”.
“Anak-anak dari usia bayi harus dibimbing dan diarahkan ke sektor olahraga. Artinya, mereka harus diperhatikan asupan gizinya. Kita angkat mereka menjadi bibit-bibit unggul. Ini memang tidak bisa jadi tugas pemerintah, tetapi menjadi tugas para pembina olahraga, didukung ‘corporate social responsibility’ (CSR) perusahaan. Kita ingin terjadi regenerasi olahraga ke depan,” harap Yayuk Basuki.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post