PENASULTRA.ID, JAKARTA – Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) 2023 sedang berlangsung di seluruh Indonesia saat ini. Lebih dari 800 ribu lulusan sekolah menengah atas (SMA) memperebutkan 200 ribu kursi yang tersedia di seluruh perguruan tinggi negeri.
Model Soal Berbeda
Ketua Umum Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) Prof. Mochamad Ashari mengatakan materi tes tahun ini berbeda dari tahun lalu.
“Materi yang dikerjakan oleh anak-anak kita itu TPS, tes potensi skolastik. Kemudian ada literasi bahasa Indonesia, literasi dalam bahasa Inggris, dan penalaran matematika,” kata Ashari, dalam konferensi pers di kampus Universitas Padjajaran, Bandung, yang menjadi pusat pemantauan kegiatan SNBT 2023.
Kemendikbudristek memang menerapkan pola baru dalam ujian masuk perguruan tinggi negeri melalui tes nasional ini. Meski siswa mempelajari mata pelajaran seperti matematika, fisika, biologi, ekonomi atau sejarah di kelas selama sekolah, namun untuk masuk perguruan tinggi negeri, materi ujian diganti seperti dijelaskan Ashari di atas.
Ashari, yang juga Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya ini merinci, tes skolastik, menekankan pada pengukuran kemampuan kognitif yang dianggap penting bagi keberhasilan mahasiswa di perguruan tinggi. Kemampuan kognitif adalah kemampuan manusia sejak lahir, berupa kemampuan logika dan bernalar. Tes skolastik tidak mengujikan kemampuan hafalan dan akademik.
“Melalui tes ini, kita bisa mendeteksi apakah anak-anak itu punya potensi kognitifnya bagus. Logikanya kalau bagus dia akan mampu dalam situasi apa pun,” tambah Ashari.
Penerapan Kurikulum Merdeka
Pelaksana Tugas Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbudristek, Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie, menyebut model tes ini adalah konsekuensi dari penerapan Kurikulum Merdeka.
“Di dalam proses seleksi nasional berbasis tes ini, di tahun ini kita memang mengupayakan materi untuk betul-betul tidak didasarkan hanya pada kemampuan keilmuan siswa, tetapi lebih pada potensi yang dimiliki oleh calon mahasiswa atau peserta,” kata Tjitjik.
Tes ini digunakan untuk mengukur keberhasilan calon mahasiswa mengambil berbagai mata kuliah hingga menyelesaikan studinya.
“Kalau sekadar pintar hapalan, begitu diarahkan ke tantangan keilmuan yang kompleks, dia belum tentu bisa survive. Tes potensi skolastik mengukur kemampuan penalaran dan analisis. Kalau tinggi diharapkan dia dapat menyelesaikan studinya dengan baik,” tambah Tjitjik.
Tes literasi ditekankan pada pemahaman siswa terkait bahasa dan kemampuan menarasikan pikirannya. Sedangkan matematika mengujikan sejauh mana kemampuan penalaran siswa di bidang matematika yang direpresentasikan melalui penalaran dasar.
“Kami menjamin obyektivitas dan akuntabilitas,” tegas Tjitjik.
Di Yogyakarta, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Alumni, Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Arie Sujito juga menegaskan komitmen untuk memfasilitasi seluruh peserta secara baik. UGM juga berkomitmen menjunjung integritas dengan mengantisipasi adanya tindakan kecurangan dalam pelaksanaan ujian.
Discussion about this post