PENASULTRA.ID, JAKARTA – Usai persoalan harga patokan mineral (HPM) nikel tuntas, kini para pengusaha menemui problematika lain terkait kinerja penyurvei atau surveyor. Pasalnya, antara pengusaha lokal dengan pemilik pabrik pemurnian (smelter) asal Tiongkok masih saja menyisakan rasa ketidakadilan bagi pengusaha lokal.
Pengusaha nikel lokal masih saja terus dizolimi dengan berbagai cara. Hal ini disampaikan anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade, dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Perdagangan, Muhammad Luthfi, Rabu 25 Agustus 2021.
“Saya mendapatkan laporan dari teman-teman pengusaha nikel, ternyata mereka masih dizolimi,” kata Andre dalam keterangan persnya yang diterima redaksi Penasultra.id, Sabtu 28 Agustus 2021.
Para pengusaha merasa dizolimi lantaran terjadi perbedaan jauh dari hasil uji kadar logam nikel antara yang dilakukan surveyor yang ditunjuk pemerintah dengan yang ditunjuk pembeli.
Andre mengungkapkan, penurunannya bisa jauh, dari 1,8% bisa menjadi 1,5% bahkan 1,3%. Akibatnya, pengusaha mengalami kerugian.
“Smelter Tiongkok itu modusnya pakai Surveyor Anindya, sementara pengusaha kita pakai Sucofindo atau Surveyor Indonesia. Kalau pakai Sucofindo atau Surveyor Indonesia angkanya 1,87%, begitu sampai ke smelter Tiongkok jatuh jadi 1,5%, jauh turunnya,” terang Andre.
Discussion about this post