PENASULTRA.ID, KENDARI – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, Indonesia memiliki tambang nikel seluas 520.877,07 hektare (ha).
Tambang nikel tersebut tersebar di tujuh provinsi di Indonesia, antara lain Provinsi Maluku, Maluku Utara (Malut), Papua, Papua Barat, Sulawesi Selatan (Sulsel), Sulawesi Tengah (Sulteng), dan Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dari data itu, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki sebaran lahan tambang nikel terluas.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Sulawesi Tenggara, Parinringi mengatakan, Sultra memiliki tambang nikel terbesar di Indonesia dengan luas mencapai 198.624,66 hektare (ha).
“Salah satu tambang nikel yang dapat ditemui di Sulawesi Tenggara berada di Kabupaten Konawe dengan luas mencapai 21.100 hektare,” kata Parinringi dalam keterangan persnya, Rabu 2 Maret 2023.
Menurutnya, nikel di Sultra telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Pada 1909, E.C. Abendanon, seorang ahli geologi Belanda menemukan bijih nikel di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sultra.
Data menunjukkan nikel Sultra telah di eksploitasi sejak 1934 oleh perusahaan-perusahaan pertambangan pada zaman itu, seperti Oost Borneo Maatschappij (OBM) dan Bone Tolo Maatschappij.
Hingga akhir Perang Dunia ke II, nikel Sultra telah dikelola oleh perusahaan negara bernama PT Antam hingga sekarang ini.
Setelah 2007, produksi nikel Sultra terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan seiring dengan naiknya permintaan (demand) akan nikel, terutama nikel Sultra.
Data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra sebelum 2007, hanya dua perusahaan raksasa pertambangan nikel yang berada di Sultra, yaitu PT Antam Pomalaa dan PT Inco yang sekarang namanya menjadi PT Vale Indonesia (PT Vale).
Kini sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra pada 2019, pertambangan di Sultra berkembang pesat menjadi sekitar 138 perusahaan pertambangan nikel baru di Sultra.
Cadangan potensi pertambangan nikel di Sultra juga cukup besar. Data Dinas ESDM Sultra mencatat cadangan nikel di bumi anoa mencapai 97 miliar ton.
“Potensi kita cukup besar sehingga perlu dikelola dengan maksimal demi peningkatan perekonomian masyarakat Sultra itu sendiri,” ujar Parinringi.
Kekayaan alam yang terpendam di tanah Sultra ini diharapkan dapat menjadi sumber kehidupan masyarakat.
Data BPS Sultra 2021, kata Parinringi, nikel telah membangkitkan ekonomi Sultra hingga Rp19,67 miliar atau 14,14 persen dari total produk domestik regional bruto (PDRB) Sultra pada 2023. Nilai ini mampu menggenjot pertumbuhan Sultra hingga mencapai 4,10 persen di tengah pandemi Covid-19.
Pada 2020, saat wabah Covid-19 mulai merebak, pertumbuhan industri logam dasar tercatat 24,99 persen sehingga dapat mengangkat pertumbuhan ekonomi Sultra untuk tidak kontraksi lebih dalam lagi.
Kontribusi sektor pertambangan bijih logam dan sektor industri logam dasar mencapai 14,14 persen dari produk domestik regional bruto Sultra.
Discussion about this post