Oleh: Rusdianto Samawa
“Bung Anies dan Gus Muhaimin Iskandar, harus kembali datang ke Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa untuk konsolidasi lebih luas. Tentu isu krusial perlu disentuh yakni pertambangan, ekonomi, pertanian, kelautan-perikanan, peternakan, toleransi, harmonisasi, Zero Waste dan isu Provinsi Pulau Sumbawa. Insya Allah menang. Walaupun suara kecil, kalau 4 juta suara, relawan pasti sanggup berperang untuk menang”.
Sejak 2019 Prabowo Subianto menang telak 99%. Namun, hampir 99% rakyat NTB kecewa terhadap Prabowo Subianto dan Gerindra. Kecewa itu dinyatakan setelah perpindahan Prabowo Subianto masuk kabinet Indonesia Maju Jilid II. Namun, ada partai yang selamatkan kekecewaan itu adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan tokoh lokomotifnya Zulkieflimansyah Gubernur NTB.
Di Pulau Lombok sendiri, Prabowo Subianto dan Gerindra diselamatkan oleh Alm. Bambang Kristiono (HBK) anggota DPR-RI Fraksi Gerindra, yang merupakan idaman para mahasiswa, petani, nelayan, aktivis dan anak muda. Dengan komunikasi luwes dan terbuka. Hampir semua tak ada dislike pada HBK.
Tokoh ketiga adalah Tuan Guru Bajang Zainul Majdi sebagai tokoh idaman rakyat dari sudut pandang keulamaannya. Ketiga tokoh itu mengcover rasa kecewa itu. Lambat laun, Prabowo Subianto tidak tergerus simpatisannya, masih bertengger pada level medium.
Bagaimana dengan Presiden Jokowi? Ya, kita tau setelah 99% dikalahkan oleh ketiga tokoh tersebut pada pemilu 2014 dan 2019 lalu, Presiden Jokowi jor-joran melayani pembangunan infrastruktur maupun Sumber Daya Manusia (SDM) di kedua pulau di NTB secara keseluruhan. Disinilah kehebatan ketiga tokoh itu.
Namun, hadapi Pilpres 2024, rakyat NTB ternyata tidak melihat faktor pembangunan infrastruktur sebagai jalan mulus mendapat simpati rakyat. Rezim kali ini, masih minus kepercayaan di NTB. Penyebabnya, terkesan menghajar Islam dan langgam politik kadrun, cebong, kampret yang merusak sendi kehidupan kerakyatan.
Dalam kondisi itu, Bacapres Anies Baswedan ditetapkan oleh NasDem pada 2022 lalu. Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa paling prioritas dikunjungi dan berkeliling per Kabupaten dan Kota. Bung Anies melihat peluang ceruk suara yang belum berpindah oposisinya.
Bagaimana kehadiran Fahri Hamzah pendukung utama Koalisi Indonesia Maju (KIM) walaupun partai non parlemen. Rakyat NTB masih melihat sosok Fahri Hamzah. Namun, ada beberapa momen keseleo jalan politik Fahri Hamzah yakni harus menerima kekalahan pada Pilkada Sumbawa dan Pilkada lainnya tahun 2020/2021 kemaren.
Rakyat melihat Fahri Hamzah sudah minus power walaupun Partai Gelora cukup gencar. Bahkan, ditingkat grassrot (rakyat kecil) ada nuansa berbeda melihat Fahri Hamzah dan Partai Gelora semacam tagline negatif terhadap individunya maupun institusi partai Gelora yakni “Gesa Laong Ora – Pandai Bicara Saja.”
Definisi kalimat itu subjektif dan objektifnya: selama jadi anggota MPR-RI dan DPR-RI tak kelihatan kerjanya. Itu pandangan rakyat dibawah. Tetapi, tak kurang rasa hormat untuk Fahri Hamzah, sudut lain masih memiliki resources team yang kuat untuk mendulang suara di Nusa Tenggara Barat (NTB). Soal kemampuan sejauh mana bekerja menangkan Prabowo Subianto, masih tanda tanya (belum kelihatan) simpulnya.
Rakyat NTB yang berada di dua Pulau: Sumbawa dan Lombok, sudah tertarik dengan Bung Anies. Karakternya suka diksi perubahan, perbaikan dan kebangkitan. Hal itu ditandai kurun waktu satu tahun ini sangat mewarnai dinamika politik lokal kedua pulau tersebut. Perdebatan rakyat sudah mulai di tiap-tiap warung kopi, persawahan-perkebunan saat panen, rakyat pesisir saat berkumpul malam hari. Sudah dan sedang berproses dinamika tersebut.
Kelemahan dari Bung Anies di NTB: Pulau Sumbawa dan Pulau Lombok, adalah relawan yang belum tersusun dan terstruktur rapi untuk bekerja. Masih berkutat pada lingkungan paling kecil. Belum melakukan sapaan akrab secara door to door (turun naik rumah).
Discussion about this post