Oleh: Rusmin Abdul Gani, SE
Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengizinkan ormas keagamaan mengelola tambang sontak menuai banyak kritik dari berbagai kalangan.
Kebijakan tersebut bakal diberlakukan karena berpijak pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024, yang merevisi PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kebijakan itu semestinya perlu ditinjau kembali. Sebab, masih menyisakan cerita pilu tentang keadilan yang tak kunjung tiba bagi masyarakat kecil di sekitar wilayah tambang.
Pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan adalah langkah yang tidak masuk akal. Pembagian wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang malah menyisihkan kesejahteraan masyarakat lokal adalah bukti nyata dari ketidakadilan ini. Di balik janji manis pemerintah, terhampar realitas pahit bagi rakyat yang semakin terpinggirkan.
Betapa memilukannya kondisi masyarakat tambang saat ini. Apakah tidak lebih bijaksana jika pemerintah memberikan keadilan kepada pengusaha lokal dan masyarakat di wilayah pertambangan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat? Hingga saat ini, masyarakat di wilayah pertambangan hidup di bawah standar rata-rata.
Kebijakan ini seolah menutup mata terhadap jeritan hati mereka yang telah lama tercekik oleh dominasi perusahaan besar dan pihak asing. Masyarakat tambang menjerit di bawah pengelolaan tambang yang didominasi oleh perusahaan tertentu, sementara area pertambangan banyak dikuasai oleh pihak asing.
Discussion about this post