PENASULTRA.ID, JAKARTA – Beberapa waktu yang lalu, publik dikejutkan dengan adanya kasus yang “diduga” kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Narasi maupun informasi yang beredar di media maupun media sosial memunculkan beragam spekulasi.
Pada akhirnya salah satu pihak kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Bagi Jalastoria kesemuanya merupakan kompleksitas yang harus dilihat secara cermat, proporsional, dan adil.
Kasus KDRT harus dicermati secara hati-hati dan komprehensif. Harus ada komitmen serius dan keberanian untuk melihat dan mengekplorasi lebih dalam terhadap peristiwa-peristiwa yang menyertainya.
Optik, perspektif dan analisis gender harus digunakan untuk membongkar secara tuntas bagaimana relasi kuasa (power relation) dan posisi dari para pihak (pasangan).
Melalui dua variabel tersebut maka kontekstualisasi kasus akan dapat dianalisis secara lebih jelas tidak saja pada saat kejadian (factum) atau pasca kejadian (post factum), namun juga lebih penting sebelum kejadian (pre factum).
Hal ini akan sangat membantu proses pengungkapan kasus guna menemukan kebenaran materiil yang diharapkan.
Ketimpangan Relasi Kuasa dan Kekerasan
Variabel penting dalam analisis gender adalah relasi kuasa yang akan sangat membantu dalam menjelaskan peran-peran dominan di satu sisi dan sub dominan disisi lain.
Sudah jamak diketahui, dipahami bahkan diyakini dalam kultur masyarakat bahwa seorang perempuan yang juga seorang istri dan ibu memiliki kuasa yang lebih terbatas dibanding laki-laki. Artinya, dalam relasi personal suami istri ketimpangan atas relasi kuasa (power inbalance) itu terjadi dan berdampak.
Sebagai sosok yang memiliki keterbatasan kuasa, perempuan cenderung tidak memiliki banyak alternatif maupun pilihan-pilihan menentukan tindakan atau mengambil keputusan berkaitan dengan rumah tangganya bahkan dirinya.
Berbeda dengan laki-laki yang sejak
dilahirkan sudah dikonstruksikan sebagai pemegang previlege dan kuasa yang lebih besar, akan memiliki lebih banyak pilihan bahkan dapat menentukan apa yang dapat dipilih oleh istri dan anak-anaknya.
Pemegang kuasa dalam keluarga itu sangat berisiko menyalahgunakan
kuasanya untuk bebas melakukan apa saja termasuk kekerasan. Melihat pada konstruksi tersebut maka peristiwa-peristiwa sebelum terjadinya (pre factum) dugaan KDRT itu harus juga dilihat secara utuh dan cermat.
Pengalaman-pengalaman dari pihak-pihak harus menjadi dasar dari proses pemeriksaan lebih lanjut. Atas dasar itu sangat mungkin dalam hal ini perempuan/istri adalah subyek yang terdampak dari ketimpangan relasi kuasa yang berujung pada kekerasan.
Discussion about this post