Oleh: Sutrisno Pangaribuan
Presiden Prabowo kembali membuka peluang melakukan perombakan keempat Kabinet Merah Putih (KMP). Kekosongan posisi Menteri BUMN pasca ditinggal Erick Thohir memberi sinyal akan ada perombakan kabinet (lagi).
Pada perombakan kedua KMP, Presiden Prabowo mengosongkan posisi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolkam) dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora). Perombakan KMP ketiga giliran Menteri BUMN yang dikosongkan.
Perombakan keempat KMP membuka ruang bagi pergantian di kementerian yang lain. Maka salah satu menteri yang mendesak untuk diganti adalah Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Mendagri Tito Karnavian gagal melakukan deteksi dini dinamika sosial yang dimulai dari aksi penolakan masyarakat Pati terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2). Padahal Kemendagri sendiri menjelaskan bahwa PBB-P2 naik di 125 daerah per (15/8/2025).
Kenaikan PBB-P2 di 125 daerah adalah tanggung jawab Kemendagri sebagai pembina dan pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pendelegasian tugas dan kewenangan dari Kemendagri ke Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah tidak berjalan dengan baik.
Koordinasi Kemendagri dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota tidak mampu mengendalikan aksi massa yang dimulai dari Pati, Jawa Tengah dan dilanjutkan aksi buruh, mahasiswa.
Aksi massa yang diikuti pembakaran dan perusakan fasilitas umum dan gedung pemerintahan di sejumlah daerah, akibat tidak optimalnya fungsi kesatuan bangsa dan politik (Kesbangpol) dari Kemendagri hingga ke Pemda.
Mendagri Tito dan Kapolri Listyo Sigit tidak mampu mengantisipasi dinamika sosial di berbagai daerah. Pemerintah hampir menetapkan status darurat sipil atau darurat militer pasca sejumlah rumah pejabat negara dijarah oleh massa. Namun Presiden Prabowo tidak emosional, sehingga Indonesia tidak masuk status darurat sipil atau darurat militer.
Discussion about this post