PENASULTRAID, JAKARTA – Modernheads tidak sedang dalam misi menyelamatkan rock. Mereka bahkan belum sepenuhnya berhasil menyelamatkan diri dari minggu-minggu yang berulang.
Namun dari sebuah ruangan panas, kabel kusut, dan ampli yang bunyinya seperti batuk perokok lama, mereka menembakkan satu flare kecil ke langit: sebuah album berjudul What Ends Pretend.
Album ini bukan proyek besar yang dihitung dengan teori. Ia lebih mirip voice note yang salah kirim—jujur tanpa sengaja, terlalu dekat, sedikit memalukan, dan justru karena itu sulit dihapus dari kepala.
Delapan lagunya bertransisi dari setengah berteriak ke setengah bercanda, seperti sekelompok anak muda yang menemukan cara paling murah untuk tetap waras.
Modernheads tidak datang membawa jawaban universal. Mereka tidak mengajarkan apa pun. Tapi di antara gitar yang lari dari jalurnya dan drum yang menolak diam, mereka menangkap sesuatu yang sering luput: momen ketika kebingungan terasa lucu, ketika keberanian muncul tanpa undangan, dan ketika kejujuran menjadi satu-satunya hal yang terdengar masuk akal.



Discussion about this post