Jika dilihat dari akar masalahnya, menurut pengamatan penulis, sangat wajar jika Gubernur Ali Mazi batal melantik keduanya untuk sementara waktu. Atau dengan kata halusnya, menunda proses pelantikan kedua Pj tersebut, sembari melakukan klarifikasi langsung ke Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.
Mengapa hal ini perlu dilakukan oleh Gubernur? Pertama, hal ini menyangkut kredibilitas Ali Mazi selaku Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara sekaligus wakil pemerintah pusat di daerah sesuai yang diamanahkan pada pasal 91 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Artinya, Gubernur secara jelas diberikan wewenang untuk mengatur, mengawasi dan menyelaraskan pemerintahan di daerah meliputi pemerintahan provinsi dan pemerintahan Kabupaten/Kota yang ada di dalamnya.
Salah satu diantaranya melantik Bupati/Walikota sesuai pasal 91 ayat 4. Termasuk di dalamnya melantik Pj Bupati/Walikota diakibatkan kekosongan kepemimpinan daerah akibat masa jabatan Bupati/Walikota yang sudah berakhir sebelum Pemilukada 2024, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Untuk kasus penunjukkan Pj Bupati di Sultra ini, maka sepatutnya harus berdasarkan proses pengusulan tiga nama calon Pj oleh Gubernur yang selanjutnya akan dipilih dan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Akan tetapi, anehnya Kemendagri langsung menetapkan nama Pj yang di luar nama-nama usulan Gubernur sendiri.
Hal inilah yang menurut pengamatan penulis, bahwa Ali Mazi merasa perlu mendapatkan penjelasan langsung oleh Kemendagri terkait masalah diatas.
Kedua, Kepercayaan Publik. Tentunya kepercayaan publik kepada seorang Ali Mazi memang akan dipertaruhkan terkait kewenangannya ini. Mengapa demikian? Karena ada kekhawatiran, jika Kemendagri mengabaikan usulan nama-nama calon Pj Bupati yang diusulkan oleh Gubernur, maka publik akan beranggapan bahwa nama-nama calon Pj Bupati usulan Gubernur tersebut, kurang mampu atau kurang layak untuk menduduki kursi kepemimpinan daerah selaku Pj Bupati.
Padahal, jika mau dirunut pada proses pengusulan Pj Bupati oleh Pemprov Sultra, maka hal itu sudah bisa dipastikan telah melewati tahapan seleksi yang cukup ketat oleh Tim Pemprov dan Gubernur dalam hal ini.
Bahkan, nama-nama yang telah diusulkan sebelumnya, semua telah memenuhi syarat kepangkatan sebagai calon Pj Bupati yakni berasal dari pejabat Pimpinan Tinggi Pratama Lingkup Pemprov Sultra atau minimal berpangkat Eselon II.
Dari informasi yang sempat beredar, sejak beberapa waktu lalu Pemprov Sultra sudah menyeleksi kurang lebih 50 pejabat pimpinan tinggi pratama lingkup Pemprov dan daerah sehingga mengerucut pada tiga nama calon Pj Bupati untuk masing-masing kabupaten yang mengalami kekosongan kepemimpinan daerah di Sultra.
Untuk itu, sangat wajar bila Gubernur Sultra, merasa keberatan akan hasil penetapan sepihak oleh Kemendagri, yang seolah-olah mengabaikan kerja-kerja Gubernur terkait pengusulan Pj Bupati saat ini.
Langkah yang diambil Ali Mazi yang menunda pelantikan dua Pj Bupati dan merasa perlu mendapatkan klarifikasi langsung ke Mendagri terkait hal ini, perlu kita apresiasi bersama.
Hal ini penting, karena merupakan tanggung jawab besar Gubernur Sultra selaku wakil pemerintah pusat yang paham betul akan kebutuhan kepemimpinan daerah dan dinamika masyarakat Sultra khususnya di dua daerah kabupaten yang sementara mengalami kekosongan Kepala Daerah.
Kenapa demikian? Karena bisa jadi proses penunjukkan Pj Bupati, bukan saja di Sultra bahkan di seluruh Indonesia oleh Kemendagri, bukan tanpa ada masalah atau kekeliruan dalam proses penetapannya. Toh, bukan saja Gubernur Sultra orang yang pertama yang mengambil langkah menolak sementara waktu untuk melantik Pj Bupati di daerahnya yang telah ditetapkan oleh Mendagri.
Discussion about this post