Namun, seperti banyak bisnis lain, perjalanan Aerostreet sempat terguncang hebat ketika pandemi COVID-19 melanda, yang memaksa semua sekolah tutup. Periode sulit ini, saat perekonomian berkontraksi dan banyak usaha memilih gulung tikar, justru menjadi titik nol yang mengubah segalanya, dari tekanan berat menjadi kelahiran identitas baru yang lebih kuat.
Di tengah badai lockdown, dengan modal keberanian dan tanggung jawab besar kepada lebih dari seribu pekerjanya saat itu, Aerostreet mengambil langkah drastis dengan mengalihkan seluruh distribusi dari offline ke online.
Keputusan ini menandai awal dari re-branding besar-besaran, dengan identitas yang lebih relevan bagi anak muda. Evolusi produk pun dimulai, melampaui sepatu sekolah ke lini fashion lainnya, termasuk sepatu kasual, kaos, hoodie, hingga parfum.
Namun, satu hal yang konsisten dijaga adalah unique selling point Aerostreet dalam bentuk kualitas andal, harga terjangkau, dan inovasi yang cepat. Di balik setiap peluncuran produk, ada tim internal, dari R&D, desain, produksi, hingga kampanye yang bekerja keras, memastikan kualitas lokal tetap prima.
Seiring pertumbuhan usahanya yang pesat di ranah digital, dampak sosial-ekonomi yang positif pun meningkat secara signifikan. Pabrik Aerostreet kini mampu mempekerjakan lebih dari 3.000 karyawan, yang mayoritas direkrut dari masyarakat lokal sekitar.
Pertumbuhan Aerostreet bukan hanya mengangkat brand, tetapi juga akhirnya mampu memberikan multiplier effect yang nyata.
“Kami bangga bahwa setiap sepatu yang kami jual tidak hanya membuat konsumen kami keren, tetapi juga memberikan kehidupan yang lebih baik bagi ribuan keluarga di Klaten,” kata Rizal memungkas.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:

Discussion about this post