Oleh: Fitri Suryani, S. Pd
Seorang guru SD di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), inisial SI (55) dibekuk polisi, usai dilaporkan atas dugaan pencabulan anak di bawah umur. Pelaku ditangkap Tim Buser77 Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Kendari di kediamannya di Kecamatan Kambu, Kota Kendari.
Pasca ditangkap, penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Kendari lalu melakukan interogasi dan pemeriksaan awal terhadap tersangka. Hasilnya, penyidik menemukan fakta bahwa tersangka tidak hanya melakukan perbuatan tak senonoh itu ke satu orang saja, melainkan ada belasan siswinya (Detiksultra, 04-09-2024).
Sungguh fakta tersebut sangatlah miris, terlebih pelaku merupakan seorang guru. Terjadinya kasus pencabulan/pelecehan seksual yang makin marak saat ini, tidak bisa sekedar dipandang dari satu persoalan saja. Melainkan harus menyeluruh dan terintegrasi bagaimana mekanisme antisipasinya. Sebab, jika hanya memandang dari satu aspek, misalnya hukuman yang ada masih kurang memberikan efek jera, tentu tidak cukup sampai di situ.
Karena sungguh, seberat apapun sanksi yang diberikan kepada pelaku pencabulan/pelecehan seksual, hal itu masih belum cukup efektif. Mengingat masih banyaknya faktor yang memicu terjadinya kasus tersebut, seperti banyaknya media porno yang mudah diakses oleh berbagai kalangan, tidak terkecuali anak-anak.
Pun aturan saat ini yang mana peran agama nampak diminimalkan, karenanya kasus pencabulan/pelecehan seksual pada anak masuk perkara pidana, di mana sanksi hukuman kepada pelaku berdasarkan kepada orientasi pandangan pelaku dan korban.
Ketika korban diancam oleh pelaku, maka kasus pun tidak berujung kepada hukuman. Begitu pula, jika atas dasar suka sama suka, tidak dapat dihukum dengan delik pidana kurungan. Maka wajarlah sanksi hukum yang ada tidak jelas dan tidak ada efek jera bagi pelaku.
Discussion about this post