Makali dengan tegas menyatakan, banyak pasal-pasal RUU KUHP yang harus ditolak dan dihapus, karena berpotensi untuk menghalangi kebebasan pers di Indonesia.
Pasal-pasal RKUHP yang menjadi sorotan SMSI dan juga menjadi bahan diskusi Dewan Pers dalam pertemuan tersebut sekitar 20 pasal, antara lain pasal 188, 218, 219, 220, 240, 241, 246, 248, 263,264 280, 302, 303, 304, 352, 353, 437, 440, 443, dan 447.
“Seperti pasal 263 dan 264 RKUHP yang didalamnya ada kata penyiaran dan berita. Frasa ini akan berpotensi menghambat kemerdekaan pers. Kita minta untuk dihapus atau dihilangkan dalam RKUHP, karena hal itu sudah diatur dalam UU No 40 tahun tentang pers,” tegas Makali Dalam pertemuan bersama Dewan Pers dan konstituennya, akademisi, pengamat hukum, serta praktisi hukum disalah satu hotel di Jakarta, Kamis 28 Juli 2022.
Bersama rekan perwakilan organisasi konstituen Dewan Pers lainnya, Makali begitu gigih menyuarakan kemerdekaan pers di Indonesia. Bahkan Makali juga minta pers dan konstituen Dewan Pers lainnya, serta berbagai kalangan pers untuk tetap solid menyuarakan dan memperjuangkan penolakan pasal-pasal tersebut secara maksimal di DPR RI.
Jangan sampai, informasi yang menyebut pada 16 Agustus 2022, DPR RI akan bersidang dan menetapkan RKUHP itu menjadi kenyataan.
“Kita jangan kecolongan, kita kawal perjuangan kita, sampai DPR mau mengakomodir perjuangan kita. Sehingga pasal-pasal yang akan merusak kemerdekaan pers di Indonesia sudah hilang di RKUHP,” tandas Makali.
Saat bertemu Menko Polhukam, Dewan Pers dipimpin Ketua Dewan Pers, Prof Azyumardi Azra. Ikut mendampingi M Agung Dharmajaya (Wakil Ketua), anggota Dewan Pers Arif Zulkifli, Ninik Rahayu, Yadi Hendriana, dan A Sapto Anggoro.
Hadir juga perwakilan anggota konstituen Dewan Pers, Sasmito Madrim, dan Ketua Bidang hukum, Arbitrase dan Legislasi Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat, Makali Kumar.
Editor: Basisa
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post