Koperasi ini diharapkan menjadi solusi bagi permasalahan permodalan, rantai usaha yang panjang, dan membantu konsumen mendapatkan harga yang lebih berkeadilan, serta menjadi pusat ekonomi yang mendukung program Astacita (swasembada dan ketahanan pangan) dengan pembangunan gudang dan outlet.
Founder & CEO The Iconomics, Bram S. Putro, juga menekankan perlunya penguatan dan tata kelola koperasi agar dapat berkembang pesat di Indonesia.
Senada, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Sudarto, dalam paparannya mengenai mitigasi risiko perang proksi dan dagang, mengungkapkan bahwa perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah memicu perubahan lanskap ekonomi global.
Meskipun ada indikasi de-eskalasi, ketidakpastian masih tinggi. Ia mengapresiasi resiliensi ekonomi Indonesia yang menunjukkan pertumbuhan ekspor dan program-program pemerintah yang langsung menyasar masyarakat, serta berharap adanya kolaborasi untuk memajukan ekonomi dan menjaga kesejahteraan.
Direktur Group Riset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Seto Wardono menambahkan perspektifnya tentang motif perang dagang. Ia mencatat bahwa pada tahun 2024, mitra dagang terbesar Indonesia beralih dari Amerika Serikat ke Tiongkok.
Meskipun porsi impor dari Amerika lebih tinggi daripada Tiongkok, ekspor Indonesia ke AS lebih besar daripada impor, terutama barang jadi. Sementara itu, ekspor ke Tiongkok didominasi oleh barang mentah, dengan lemak/minyak nabati mencapai 40,39 persen. Seto juga menyoroti tarif listrik sebagai indikator utama inflasi.
Untuk diketahui, forum ini menggarisbawahi bahwa perekonomian Indonesia banyak ditopang oleh kebijakan pemerintah yang memperkuat ekonomi masyarakat, dan negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat diharapkan dapat semakin memperkuat ekonomi nasional.
Penulis: Yeni Marinda
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post