Kasus korupsi dijajaran kementerian bukan kali ini saja terjadi, bahkan selama periode Presiden Jokowi memimpin sebagai kepala negara sudah ada sekitar enam orang menteri yang terjerat kasus korupsi. Ini baru korupsi di kalangan menteri saja, belum korupsi yang terjadi pada pejabat daerah dan kepala desa. Sehingga tidak heran, jika masyarakat menganggap bahwa pemberantasan korupsi di negeri ini hanya ilusi serta lemahnya pengawasan.
Pun, adanya KPK yang diharapkan bisa menjadi sarana untuk memberantas korupsi nyatanya masih jauh dari harapan. Bahkan komisi anti rasuah tersebut dilemahkan, kewenangannya dibatasi, hingga para penyidiknya pun dilemahkan geraknya. Pimpinannya pun kini dipertanyakan kredibilitasnya. Hal ini justru membuat kian suramnya jalan pemberantasan korupsi.
Kehidupan yang serba hedonis membuat para pejabat dan aparat negara meraup kekayaan meski dengan cara yang haram. Padahal jika ditelaah gaji para pejabat kita hari ini sudah lebih dari cukup jika sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup saja. Bahkan biaya makan mereka pun ditanggung oleh negara. Namun karena gaya hidup hedonisme keinginan menjadi tuntutan yang mesti dipenuhi. Sehingga tidak heran korupsi jadi jalan memperkaya diri.
Hal ini berbeda dengan sistem islam, negara dengan tsaqofah Islamnya akan menanamkan akidah yang kuat terhadap seluruh masyarakat. Dengan akidah tersebut masyarakat akan merasa takut melakukan kemaksiatan karena merasa diawasi oleh allah SWT. Tidak hanya itu, negara akan menerapkan aturan dan hukum yang tegas serta memberikan efek jera.
Selain itu, dengan akidah Islam akan menciptakan pemimpin yang amanah dan jujur, karena hal itu bagian dari ketakwaan. Dari itu, akan terwujud kontrol individu untuk tidak melakukan korupsi, karena hal demikian termasuk ghulul dan diharamkan di dalam dalam pandangan syariat.
Discussion about this post