<strong>Oleh: Adnan NS</strong> Sidang Umum Wartawan ASEAN yang terhimpun dalam wadah Confederation of ASEAN Journalist (CAJ) praktis tidak bersidang selama beberapa tahun terakhir ini. Kita tahu semua kegiatan terhenti akibat Corona Virus Desease (Covid-19) mendera dunia. Hampir seluruh lini aktifitas bersekala besar, kecil maupun apalagi bersifat crowded (kerumunan) praktis tidak terselengarakan di belahan dunia manapun.Tak terkecuali kegiatan CAJ, semua zero. Seiring meredanya sikon, Covid-19 sekarang ini, kelihatannya kerinduan kunjungan muhibah insan pers se ASEAN ini kembali menggetar. Pertemuan bersekala internasional ini pun kembali digelar pekan ini di Bali. Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah penyelenggaraan sidang umum ke-20. Sesuai rencana tempat acaranya dipilih di kawasan Kuta, Bali tanggal 11 hingga 15 Oktober 2022 besok. Pilihan tempat penyelenggaranya, di Bali untuk membuktikan pada dunia luar, bahwa dunia pariwisata di Indonesia sudah pulih kembali seperti sedia kala pasca Covid-19, tutur Ahmed Kurnia Soeriawidjaya Ketua Panitia penyelenggara. Dalam pertemuan dengan unsur PWI, Teuku Faizasyah Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu RI, sangat mengapresiasi pemilihan tempat di Bali ini. Mantan Dubes RI untuk Kanada dan Wakil Tetap RI Untuk International Civil Aviation Organization, mengharapkan melalui pertemuan wartawan ASEAN ini akan lebih mempererat iklim kedamaian di kawasan negara Asia Tenggara ini. Semestinya pelaksanaan pertemuan CAJ ke 20 dilangsungkan di Indonesia dua tahun lalu. Pertimbangan dijadikan Indonesia sebagai tuan rumah CAJ seiring terpilihnya Atal S Depari Ketum. PWI Pusat merangkap sebagai Vice of Presdir CAJ 2018 di Bangkok, Thailand. Sudah mentradisi, para ketua CAJ ini dipilih atau ditunjuk perdua tahunan sekali secara bergilir. Menurut catatan, mudah-mudahan tidak salah! Indonesia memperoleh kesempatan ketiga kalinya sebagai tuan rumah penyelenggaraan sidang umum CAJ. Pertama sekali sekitar tahun 1984 sebelum Sidang Gabungan(Sidgab) PWI di Aceh. Kedua kalinya usai Pemilu 1992 dan ketiga 2022. Selama berlangsungnya krisis moneter (Krismon) melanda ASEAN, CAJ juga zero perhelatan apapun bentuk pertemuannya. Pertemuan pasca reformasi dan krismon baru digelar kembali Agustus 2005 di Bangkok, Thailand. Empat tahun setelah itu (2009) digelar lagi di Kuala Lumpur, Malaysia, empat tahun kemudian (2013) diselenggarakan di Manila, Philipina. Berselang tiga tahun kemudian, tepatnya (2016) di selenggarakan di Hanoi, Vietnam dan pada tahun 2018, Thailand si "negeri gajah putih" itu kembali menjadi tuan rumah. Tempat penyelenggaraannya sidang umum CAJ di Bangkok. Di tempat ini Atal S. Depari yang baru terpilih sebagai Ketua Umum PWI Pusat dinobatkan sekaligus sebagai vice of Presdir CAJ. Pada acara kali ini di Bali, Atal akan ditunjuk President Director dan kemungkinan duta Laos akan menjadi Wice of Presiden Directornya, ujar Bob Iskandar. Berdasarkan hasil konfirmasi dengannya, jumlah peserta sidang umum CAJ kali ini, 28 orang, terdiri 18 orang wartawan dari luar negeri dan 10 orang wartawan domestik. Masing- masing peserta terdiri enam orang wartawan Thailand, tiga orang dari Malaysia, tiga orang dari Vietnam, tiga orang dari Philipina, dua orang dari Laos dan dua orang lagi dari Combodja. Utusan Singapore dikabarkan mendadak batal.Tentu duta negeri singa ini bukan ketakutan pada ancaman Covid. Wartawan Myanmar tidak memperoleh izin keluar dari negaranya. Negara ini kebetulan sekarang ini di bawah pimpinan militerisme. Mengenai Brunai Darussalam setahu saya, bukanlah hal asing kalau mereka tidak hadir dalam kancah ini. Sejak dulu lazimnya kurang partisipatif dalam CAJ. Mengenai peserta lokal sebagai tuan rumah hanya mengirim 10 orang peserta saja. Mereka terdiri enam peserta aktif dan empat orang penasehat senior. <strong>Tokoh di Balik Layar</strong> Perlu diketahui, sesungguhnya setiap perhelatan wartawan Asia Tenggara, termasuk kali ini, tak lepas dari peran seorang Figur. Dia adalah wartawan senior dan dosen berpredikat S-3. Dia sering tampil mempesona pada kancah internasional selama kurun waktu 30 tahun. Siapa Dia, kalau bukan Bob Iskandar? Sosoknya bagaikan pemilik "Ambasadornya PWI". Tugasnya memang rada specialist hubungan luar negeri. Tentu tidak salah jika disebut sebagai tokoh pemeran di balik layar. Setiap event CAJ seperti sekarang ini Dia selalu tampil prima bagaikan front office dalam hal pelayanan tamu asing. Kebetulan memang Dia dikenal luas kalangan jurnalist dunia. Bob selalu terdaftar sebagai peserta tetap dan aktif pada setiap event CAJ. Kemunculan sosoknya selalu ditunggu dan tampilannya senantiasa diapresiasi dengan aplusan tepuk tangan. Sosoknya sangat sangat akrap khususnya di jajaran Pers ASEAN. Pada malam clossing acara Dia sering didaulat sebagai penyanyi tangguh. Konon fasih berbahasa Inggris. Saya dan BOB sering ketemuan pada even CAJ. Kalau Bob "selalu terdaftar sebagai peserta tetap, sedangkan Saya hanya menjadi peninjau tetap" CAJ, kecuali pada sidang di Bali Saya absen. Dalam hal peran utamanya, figur berbadan bonsor ini semata sebagai penopang saja. Tidak lebih dari itu. Sayang "maskot CAJ" ini kesehatan mulai menurun dan rambutnya mulai ubanan. Dia tidak menyetir lagi sendiri mini bus Toyota rongsokannya. Bob kini, lebih banyak naik grab dari kocek sendiri jika ada panggilan tugas CAJ-nya. Padahal sukses berbagai event jurnalists kelas dunia ini sering dimainkannya. Tidak hanya itu, Bob panggilan akrabnya, sering terlibat dalam pertemuan jurnalists internasional, seperti dalam asosiasi wartawan di Afrika, Eropa, Amerika dan International Federation of Journalists, Brussels, Belgium misalnya. Selain senior director CAJ, Bob Iskandar dikenal sebagai 'jembatan penghubung' tidak resmi di balik kerjasama wartawan lintas negara dalam berbagi informasi dan berbagi pengalaman seputar jurnalistik kelas dunia. Kamis terakhir di penghujung September, Saya bersama si Bungsu Rahmat Mauliadi menaiki lift ke lantai IV Gedung PWI Pusat Jakarta. Suasana di sana lengang. Saya buru-buru mencari ruang yang bisa salat Ashar. Mushalla lantai dasar sedang direnovasi satu paket dengan renovasi gedung Dewan Pers. Matahari bersinar keras menembus ruangan kaca mati itu. Seperti biasa, begitu melihat sosok Saya, Ngatidjo sang office boy PWI ini langsung menyajikan secangkir kopi panas. Elly dan Ceu Tati, dua sosok karyawan 'usang' yang tersisa di gedung ini menghampiri Saya. Sekilas terlintas sosok orang membelangi dinding kaca yang silau itu. Saya tak peduli orang yang sedang tekun menunduk terus ke alas mejanya. Rambutnya ikal agak panjang. Kesan Saya tidak serapu dulu lagilah. Bodynya pun tak sekekar dulu lagi. Balik dari toilet, Saya masuk lagi ke ruang tengah. Dari pojok itu terdengar nada panggilan. Yang dipanggilnya menyapa dengan lembut. "Ada apa pak Bob, panggil Saya ya", tanya Elly. Saya pun langsung tersentak, dan balik arah. Padahal sudah ketika itu sedang melangkah pulang. Rupanya sosok yang tak Kuhiraukan tadi itu DR. H. Bob Iskandar sahabat lama ketika sering mondar mandir mengikuti kegiatan di luar negeri. Biasanya kalau ketemu Saya, Bob langsung heboh memanggil nama Mister Adnan atau menyebut Aceh saja, begitu. Biasanya berikutnya pasti Cipika-Cipiki, lalu minta bubuk kopi Aceh. Petang itu Saya ikut terperangah melihatnya menulis sesuatu di atas lembaran kertas lebar dengan hand lettering (tulis tangan) menggunakan bolpen parker kesayangannya. Dalam hati, Saya bergumang, dasar "kuli tinta" tak pernah absen dari buih tintanya sejak tempo doeloe. Si Sulung Rahmat pun mendekat dan "pret, pret, pret". Begitu bunyi jepretan kamera saku hand phonenya. Dia terheran-heran. "Hari gini, masih ada wartawan menulis dengan tangan?, ujarnya berbisik. Aksara katanya yang ditorehnya ini memang sangat rapi. Anda bisa melihatnya saat dipaparkan di depan jurnalis dunia di Bali pekan ini. Meski era revolusioner Industri 4.O mengharuskan kita semua menerapan teknologi modern, tapi berbeda dengan Bob yang satu ini, belum tergusur zaman dan masih aktif menulis menggunakan pena pada secarik kertas. Jumlahnya lumayan banyak pula. Apakah ini disebut budaya atau kebiasaan, yang tak lapuk tersiram hujan dan tak lekang diterjang panas teriknya matahari? Wallahualam bissawab. Naskah sajian bertulisan tangannya sambung menyambung dan sebagian lagi berhuruf kapital. Semua berkas tulisan tangan ini dipersiapkan dalam rangka pertemuan ke 20 Confederation Of ASEAN Journalists di Bali. "Saya sengaja mempersiapkan seluruh bahan persidangan, buku panduan, kehadiran peserta dari berbagai Negara Asean. Tidak hanya itu, juga sudah melakukan koordinasi dan berkonsultasi langsung dengan Mr. President CAJ Thepchai Yong, dari Bangkok" sebut Bob Iskandar kepada penulis petang itu. Bob kini sedang sibuk untuk persiapan peanugerahan gelar profesor Maret 2023 mendatang. Insya Allah. Persiapan matang dan komplit sejak tiga bulan lalu, walaupun nanti keputusan terakhir tentu pimpinan PWI hanya membaca dalam waktu singkat saja, katanya dengan nada merendah. Tugas lain juga harus dimonitornya, jumlah peserta, copy paspor dan berbagai administrasi kecil lainnya dari A hingga Z. Tujuannya agar tamu asing jangan sampai kecewa. Begitupun, berbekal pengalaman dalam hubungan luar negeri sudah puluhan tahun, mengantarkan jejak Bob mampu menghandle persoalan demi persoalan dengan jelimet. Semoga event di Bali ini memberikan kontribusi positif kepada internal PWI di mata dunia luar, sehingga nama Indonesia penuh pesona ikut diekspose pers asing, baik yang berada di Kawasan ASEAN, Asia Selatan, Asia Pasifik hingga sejagad dunia. Kita tahu sejarah berdirinya CAJ untuk memajukan kehidupan jurnalisme dan meningkatkan kehidupan pers yang bebas dan bertanggung jawab serta mempererat hubungan internal para wartawan ASEAN. Selain itu, tentu diharapkan bisa mempererat interaksi positif organisasi pers di seluruh penjuru dunia, agar tercipta saling pengertian dan kerjasama lebih kental lagi antar sesama insan pers itu sendiri. Jika tak silap, gagasan pendirian CAJ ini muncul pada awal 1970-an diprakarsai para tokoh pers senior. Mereka berharap melalui berbagai media yang ada di lingkungan masing-masing negara ASEAN mampu menyumbangkan berbagai pemikiran serta gagasan kepada para pendiri perhimpunan bangsa-bangsa ASEAN. Tujuannya agar kawasan Asia Tenggara ini bebas dari pengaruh maupun rivalitas perang dingin saat itu. Untuk itu melalui kiprah para wartawan serta medianya di wilayah ini perlu dirajut jalinan kerjasama, konsultasi untuk terwujudnya suasana perdamaian di antara hati dan pikiran warga masyarakat sesama antar Asia Tenggara. Adapun anggota organisasi wartawan yang terhimpun di dalamnya: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI/Indonesian Journalists Association), National Union of Journalists' Malaysia (NUJM), National Press Club of the Philippines (NPC), Singapore National Union of Journalists (SNUJ), Confederation of Thai Journalists (CTJ), Vietnam Journalists Association (VJA), Laos Journalists Association (LJA).(<strong>***)</strong> <strong>Penulis: Mantan Ketua PWI Aceh Periode 2000-2005, Mantan Pengurus PWI Pusat</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://www.youtube.com/watch?v=ldv6luPeLVI
Discussion about this post