Munculnya kandidat tunggal dalam Pilkada merupakan konsekuensi logis dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015. Putusan tersebut adalah hasil dikabulkannya permohonan uji materi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang tentang Pilkada yang pada pokok persoalannya adalah terdapat kekosongan hukum pada Undang-undang tersebut dalam mengantisipasi munculnya calon tunggal dalam Pilkada.
Meskipun, MK dalam putusannya mengabulkan dan menerima substansi dari permohonan tersebut terdapat perbedaan penekanan dan sudut pandang terkait calon tunggal.
Dalam menentukan pilihan, masyarakat pemilih tetap diberi keleluasan tanpa paksaan akan pilihannya secara demokratis. Pemilih dapat memilih gambar pasangan calon jika setuju pun demikian jika tidak setuju pemilih dapat memilih kolom kosong. Calon tunggal tidak melanggar asas demokrasi, kepantasan pun tidak dilanggar. Karena sejatinya, hak memberikan suara atau memilih (right to vote) merupakan hak dasar (basic right) setiap warga negara yang dijamin pemenuhannya.
Dalam konteks menggunakan hak pilihnya, masyarakat dapat mengambil pilihan dengan tidak menggunakan hak politiknya jika tidak menghendaki calon tunggal. Artinya, kedaulatan sepenuhnya berada ditangan pemilih untuk menentukan pilihan. Sehingga secara yuridis, dalam pelaksanaan Pilkada dengan satu pasangan calon vs Kolom kosong berlaku.
Kotak Kosong
Fenomena kotak kosong dalam Pilkada merupakan peristiwa dimana hanya ada satu pasangan calon yang berkontestasi, sementara kotak kosong menjadi pilihan alternatif bagi pemilih. Absennya pesaing dalam kontestasi politik lokal mencerminkan dinamika dan kualitas demokrasi suatu daerah.
Tak jarang, keberadaan kotak kosong dianggap sebagai keuntungan bagi pasangan calon tunggal yang mengikuti Pilkada, faktanya tidak selalu demikian. Mendefinisikan kotak kosong bukan berarti kotak suara yang kosong, akan tetapi munculnya calon tunggal yang tidak memiliki saingan sehingga dalam surat suara posisi lawan dinyatakan dalam bentuk kotak kosong.
Adanya kotak kosong tidak lantas menjadikan calon tunggal secara aklamasi ditetapkan sebagai pemenang Pilkada. mekanismenya adalah dengan pemilihan antara pasangan calon tunggal melawan kotak kosong. Adapun penyebab calon tunggal melawan kotak kosong dalam kontestan Pilkada diantaranya sulitnya memenuhi persyaratan untuk maju di pilkada terutama bagi calon independen, sistem koalisi yang pragmatis, hingga gagalnya kaderisasi di level partai.
Mekanisme Penetapan Calon Tunggal
Lumrahnya, dalam Pilkada terdapat dua atau lebih pasangan calon. Namun tak sedikit daerah dalam Pilkada ditemukan pasangan calon tunggal. Pasangan calon tunggal berarti dalam pemilihan tersebut, hanya ada satu pasangan calon yang memenuhi syarat dan ditetapkan sebagai pasangan calon.
Jika menilik ketentuan Pasal 54 C ayat (1) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, menyatakan bahwa Pemilihan satu pasangan calon dilaksanakan dalam hal memenuhi kondisi:
1. Setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat satu pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat.
2. Terdapat lebih dari satu pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian hanya terdapat satu pasangan calon yang dinyatakan memenuhi syarat dan setelah dilakukan penundaan sampai dengan berakhirnya masa pembukaan kembali pendaftaran tidak terdapat pasangan calon yang mendaftar atau pasangan calon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat satu pasangan calon.
3. Sejak penetapan pasangan calon sampai dengan saat dimulainya masa Kampanye terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon pengganti atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat satu pasangan calon.
4. Sejak dimulainya masa Kampanye sampai dengan hari pemungutan suara terdapat pasangan calon yang berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik tidak mengusulkan calon/pasangan calon pengganti atau calon/pasangan calon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat satu pasangan calon.
5. Terdapat pasangan calon yang dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta Pemilihan yang mengakibatkan hanya terdapat satu pasangan calon.
Discussion about this post