Penanganan kasus kriminal di tanah suci memang selalu merugikan jamaah asal Indonesia. Selain masalah bahasa, polisi juga kurang proaktif menanggapi laporan korban.
Kasus kejahatan di tanah haram tersebut mungkin baru itu saja yang terungkap dipermukaan dan diketahui masyarakat karena disiarkan koran, tapi mungkin masih ada kejahatan lain yang tidak terungkap karena korban tidak mau bercerita dan sebagainya.
Seperti juga kasus ditemukan penulis pada waktu umrah yang baru lalu, yakni menemukan seorang teman yang diperas tukang foto di Gunung Uhud. Oknum pemeras tersebut berpura-pura jadi seperti tukang foto profesional dengan berbekal kamera semacam polaroit.
Oknum itu tanpa basa-basi tiba-tiba menghampiri seorang jamaah dan mengatur gaya berfoto sampai lima kali bidikan kemudian ditagih bayar Rp500 ribu. Namun korban itu tidak mau ribut karena oknum tersebut mulai bernada tinngi karena itu terpaksa dia mengalah dan membayarnya.
Meski banyak mendengar cerita-cerita kejahatan yang bernada menakutkan di tanah haram tersebut, tapi Alhamdulillah penulis bisa beribadah dengan nyaman, tanpa berburuk sangka bahwa disekitar ada copet atau jambret dan macam-macam kejahatan lainnya.
Tas sandang tempat barang-barang berharga, diletakan didepan sajadah baru salat, bahkan tas kita tinggalkan lalu pergi ambil air zam-zam tanpa ada kecurigaan, karena disekitar tidak terlihat suasana yang aneh-aneh atau mencurigakan disekitar jamaah yang tengah melakukan ibadah salat.
Bahkan kita merasa iba melihat wajah-wajah jamaah dari luar, dengan wajah bersahaja dan terkesan memiliki jiwa naluri kemanusiaan yang tinggi. Mereka tekun mendorong orang tuanya yang sudah tua bangka diatas kursi roda membawa pergi salat berjamaah di Masjidil Haram Makkah Al-Mukaramah atau Masjid Nabawi Madinah Al-Munawwarah.
Seperti yang saya alami kakiku terasa sakit, usai salat, maka saya lepas sandal dan dipegang sambil jalan pulang. Sementara naik tangga berjalan, tiba-tiba ada yang menyapa dari belakang dengan bahasa isyarat karena orang Arab. Maksudnya, sandal dipakai karena panas dan langsung saya mengangguk rasa terima kasih.
Ada lagi pengalaman penulis yang meyakinkan suasana aman pada saat berumrah yang baru lalu itu, adalah saat tas saya lupa ditempat ambil makanan. Nanti di meja makan baru teringat.
Saya lantas keliling kembali mencari tempat ambil makanan. Seorang ibu, teman jamaah bertanya apa yang sedang dicari. Saya lalu menjawab, tas saya lupa ditempat ambil makanan.
Mendengar hal itu, mereka segera berkeliling dan bertanya kepada petugas. Alhamdulillah, oleh sang petugas itu, tas saya ditunjukkan dengan kondisi barang-barang di dalamnya aman tidak ada yang hilang.
Inilah cerita mengenai kenyamanan selama beribadah umrah yang lalu. Ada orang bilang, suasana nyaman seseorang selama beribadah bisa jadi sebagai evaluasi amal ibadahnya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun demikian suasana yang selalu bersahabat sebagai umat mukmin yang satu akidah bersaudara, jangan lupa tetap waspada. Sebab yang baik-baik jangan langsung dipercaya, karena dalamnya laut bisa diukur tapi hati manusia siapa tahu.
Tulisan ini sekali lagi bermaksud mengingatkan para jamaah tetap menjaga diri demi kenyaman beribadah. Semoga menjadi pelajaran bagi calon jamaah mendatang. Aaamiiin ya Rabbal Alamin.(***)
Penulis adalah wartawan senior dan mantan Pemimpin Redaksi media cetak di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post