Dalam berita koran tersebut di Madinah ada juga beberapa orang jamaah haji korban copet dan jambret. Tersebut korbannya, adalah Paiman Qosim bin Paidi. Ia adalah jamaah haji asal Kediri Jawa Timur.
Paiman Qosim menjadi korban perampasan kawanan jambret di Madinah. Mereka berpura-pura jadi pengemis. Paiman tidak menyangka ketika diapit tiga orang Arab sambil mengibah meminta-minta disekitar Masjid Nabawi. Namun tak disangka ketiga orang itu merampas tas disandangnya, dan mengambil uang di dalamnya 1.500 Riyal.
Polisi memang berhasil menangkap dua jambret dan diproses di kantor polisi setempat. Namun, entah bagaimana proses pemeriksaannya, kedua pelaku jambret tersebut malah bebas.
Ironisnya, oleh polisi yang memproses tiba-tiba menyodorkan Paiman sepucuk surat pernyataan berisikan bahwa kedua orang jambret tersebut tidak benar mengambil uangnya dan Paiman harus berjanji tidak akan mempersoalkan lagi masalah tersebut. Jika dipersoalkan maka ibadah hajinya batal.
Dengan adanya surat pernyataan polisi itu, Paiman pasrah dan mengikhlaskan uangnya raib daripada ibadah hajinya batal.
Korban copet lainnya di Madinah adalah Abdul Murad bin Kantan, jamaah asal embarkasi Batam, dan Masyiem binti Wardi, jamaah asal embarkasi Surabaya. Total kehilangan uang mereka jamaah sebanyak 4.000 Riyal atau Rp11,2 juta.
Penanganan kasus kriminal di tanah suci memang selalu merugikan jamaah asal Indonesia. Selain masalah bahasa, polisi juga kurang proaktif menanggapi laporan korban.
Kasus kejahatan di tanah haram tersebut mungkin baru itu saja yang terungkap dipermukaan dan diketahui masyarakat karena disiarkan koran, tapi mungkin masih ada kejahatan lain yang tidak terungkap karena korban tidak mau bercerita dan sebagainya.
Seperti juga kasus ditemukan penulis pada waktu umrah yang baru lalu, yakni menemukan seorang teman yang diperas tukang foto di Gunung Uhud. Oknum pemeras tersebut berpura-pura jadi seperti tukang foto profesional dengan berbekal kamera semacam polaroit.
Oknum itu tanpa basa-basi tiba-tiba menghampiri seorang jamaah dan mengatur gaya berfoto sampai lima kali bidikan kemudian ditagih bayar Rp500 ribu. Namun korban itu tidak mau ribut karena oknum tersebut mulai bernada tinngi karena itu terpaksa dia mengalah dan membayarnya.
Meski banyak mendengar cerita-cerita kejahatan yang bernada menakutkan di tanah haram tersebut, tapi Alhamdulillah penulis bisa beribadah dengan nyaman, tanpa berburuk sangka bahwa disekitar ada copet atau jambret dan macam-macam kejahatan lainnya.
Tas sandang tempat barang-barang berharga, diletakan didepan sajadah baru salat, bahkan tas kita tinggalkan lalu pergi ambil air zam-zam tanpa ada kecurigaan, karena disekitar tidak terlihat suasana yang aneh-aneh atau mencurigakan disekitar jamaah yang tengah melakukan ibadah salat.
Discussion about this post