<strong>Oleh: Fitri Suryani</strong> Lelang tender penggantian gorden di rumah dinas jabatan anggota DPR RI telah tuntas dengan dimenangi peserta lelang yang menawarkan harga Rp 43,5 miliar. Perusahaan itu adalah PT Bertiga Mitra Solusi yang beralamat di Tangerang, Banten. Lelang itu diikuti oleh 49 peserta. Namun, hanya harga penawaran dari tiga peserta lelang yang bisa terlihat, termasuk PT Bertiga Mitra Solusi. Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyoroti perusahaan pemenang tender gorden DPR. MAKI heran lantaran perusahaan yang menang justru yang menyodorkan harga lebih tinggi dibandingkan dua perusahaan lainnya. Boyamin mengatakan proses tender harus berjalan kompetitif. Menurutnya, pemenang tender harusnya dipilih dari perusahaan yang menawarkan harga termurah dan memenuhi persyaratan. Boyamin yakin dua perusahaan lainnya yang ikut tender memenuhi persyaratan. Sebab, kata Boyamin, gorden merupakan barang yang mudah dicari di pasaran (Detik.com, 08/05/2022). Fakta di atas begitu disayangkan. Bagaimana tidak, lelang tender pergantian gorden dengan dana selangit, padahal di tengah kondisi keuangan yang sulit. Mungkin lain cerita dan tak dipermasalahkan, apalagi menjadi bahan perbincangan, jika hal itu dilakukan saat kondisi semua rakyat sejahtera. Selain itu, urgensitas pembelian gorden dipertanyakan. Besaran proyek seakan tidak menimbang keprihatinan kondisi ekonomi masyarakat yang masih carut-marut, terlebih lagi saat badai Corona menerjang berbagai negara, tak terkecuali negeri ini. Sayangnya, meski sudah ditentang publik, proyek ini tetap berlanjut dan kini aroma korupsi juga mengemuka. Bagaimana tidak, karena justru pemenang tender adalah penyodor tawaran harga tertinggi. Berkebalikan dengan normalnya pengadaan barang dengan sistem tender yang mencari kualitas tertinggi dengan harga paling ekonomis. Miris! Benar tidak semua proyek beraroma korupsi, tetapi tak sedikit dan tak dipungkiri adanya proyek-proyek yang ada sulit lepas dari aroma korupsi. Sebagaimana dilansir dari Pikiran-rakyat.com (22/12/2021) bahwa Indonesia menempati posisi ketiga sebagai negara terkorup di Asia dengan skor indeks korupsi mencapai 30%. Usut punya usut hal ini terjadi karena lemahnya hukuman bagi para koruptor di Indonesia. Inilah buah sistem politik hari ini. Harta rakyat seolah menjadi ajang bancakan banyak pihak demi keuntungan segelintir elit dan penyokongnya. Kalau sudah seperti itu, jangan salahkan rakyat jika kepercayaan mereka kepada para pejabat publik semakin menurun. Sebab, melihat bagaimana sepak terjang tuan pejabat yang nampak minim empati atas kondisi rakyat yang kian sulit. Pun aturan dalam sistem politik saat ini kadang menimbulkan pro dan kontra. Hal itu wajar, sebab aturan yang dibuat oleh manusia sifatnya lemah dan terbatas, sehingga tak jarang menimbulkan pertentangan ataupun menguntungkan sebagian pihak, namun merugikan pihak lainnya. Padahal sebagai pengurus urusan rakyat, tuan pejabat mestinya lebih mengutamakan dan mendahulukan kepentingan rakyatnya. Terlebih di tengah kondisi ekonomi yang sempoyongan dengan berbagai masalah yang menyertainya. Karena itu, seyogianya pejabat berwenang lebih mengedepankan kesejahteraan rakyatnya terlebih dahulu dibandingkan dengan membeli sesuatu yang sifatnya tidak urgen. Karena sungguh seorang pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Sebagaimana sabda Nabi SAW, “Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya (HR. Muslim). Olehnya itu, sungguh semakin tinggi jabatan seseorang, maka akan semakin besar pula amanah yang berada dipundaknya dan pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah tak kalah lebih besar lagi. Dengan demikian, tidak mudah menjadikan para pejabat berwenang hari ini agar lebih mengedepankan skala prioritas, jika minim rasa empati terhadap kondisi rakyat. Olehnya itu, sudah selayaknya manusia kembali kepada aturan yang terbaik, yaitu yang berasal dari Allah. Sebab yang lebih tahu mana yang terbaik untuk manusia, yakni yang menciptakan manusia, Allah SWT. Wallahu a’lam bi ash-shawab.<strong>(***)</strong> <strong>Penulis: Freelance Writer</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/lA_GXcG7E3k
Discussion about this post