Menurutnya, Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau Bank Sultra saat ini masih menghadapi sejumlah tantangan, termasuk syarat modal inti minimum sebesar Rp3 triliun yang belum terpenuhi. Untuk itu, pihaknya sedang menjajaki peluang kerja sama dengan Bank Jatim sebagai langkah strategis.
“Kami berharap dukungan dari Komisi II DPR RI dan Kemendagri agar Bank Sultra sebagai BUMD benar-benar dapat menjadi milik daerah yang mampu memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat Sultra,” ujar Hugua.
Ia juga menyoroti komposisi portofolio pembiayaan Bank Sultra yang dinilai masih dominan pada sektor konsumtif, yaitu sekitar 90 persen, sementara pembiayaan produktif hanya 10 persen.
Hugua berharap ke depan Bank Sultra lebih berani melakukan pembiayaan produktif, terutama di sektor pertanian, perdagangan, dan sektor unggulan lainnya yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
“PDRB Sultra masih 32,5 persen berasal dari sektor pertanian, namun pertumbuhannya baru 0,7 persen per tahun. Artinya, kontribusi pembiayaan produktif, khususnya di bidang pertanian, masih sangat kecil. Bank Sultra harus lebih aktif mendorong sektor ini agar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tutur Hugua.
Ia juga menekankan pentingnya pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Sultra agar lebih tepat sasaran.
“Selain dividen yang disetorkan kepada daerah, CSR juga harus dikelola dengan baik untuk memberi manfaat langsung bagi masyarakat,” Hugua memungkas.
Kunjungan kerja Komisi II DPR RI dan Wamendagri di Kantor Pusat Bank Sultra ini diakhiri dengan diskusi mendalam antara pemerintah daerah, manajemen Bank Sultra, serta rombongan DPR RI terkait strategi penguatan peran BPD sebagai instrumen penting dalam pembangunan dan peningkatan ekonomi daerah.
Penulis: Yeni Marinda
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post