<strong>PENASULTRA.ID, MUNA</strong> - Dugaan praktik pungutan liar (Pungli) di Sekolah Menengah Kejuaran Swasta (SMKS) Pertambangan Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menyeruak usai salah satu orang tua siswa angkat bicara. Kabarnya, di SMKS Pertambangan Muna hanya untuk menerbitkan surat pindah (mutasi) belajar ke sekolah lain, orang tua siswa terpaksa merogoh kocek sebesar Rp1 juta. Jika tidak membayar dan melunasi biaya tersebut, maka jangan harap surat pindah yang diajukan orang tua siswa bakal diterbitkan oleh pihak manajemen sekolah bergengsi tersebut. Ihwal dugaan praktik pungli tersebut mencuat pasca Gunasri, orang tua NP (inisial) salah seorang pelajar di SMKS Pertambangan Muna mengajukan pindah belajar anaknya ke sekolah lain. Alasannya, sejak bersekolah di SMKS Pertambangan milik Yayasan Islam Zikrullah Almaida itu, putra Gunasri kerap mengeluh. Sebab di sekolah itu NP merasa tak memperoleh pendidikan dengan layak sebagaimana mestinya, disebabkan proses belajar mengajar yang kurang aktif. Sebagai orang tua, tentunya Gunasri sangat prihatin dengan kondisi yang dialami anaknya. Gunasri pun melakukan kroscek di SMKS Pertambangan Muna yang terletak di Kelurahan Raha III, Kecamatan Katobu. Benar saja apa yang dikeluhkan putranya, para peserta didik di SMKS Pertambangan lebih banyak berada di luar ruang belajar (runbel) ketimbang di dalam runbel. "Ini yang jadi alasan anakku mau pindah sekolah, karna sejak bersekolah di SMK Pertambangan, anakku merasa tidak mendapatkan pelajaran dengan baik, jarang belajar karna tidak ada guru. Saya juga melihat kondisinya, memang benar seperti yang dibilang anakku," ungkap Gunasri pada penasultra.id, Senin 9 September 2024. "Karena alasan itu, saya sudah ajukan pindah sekolah tapi dimintai bayaran Rp1 juta. Katanya itu aturan dari yayasan. Anakku saya bujuk juga untuk tetap sekolah disitu (SMKS Pertambangan) tapi dia tidak mau," timpal Gunasri menambahkan. Demi anaknya bisa mengecap pendidikan yang layak di sekolah lain, maka Gunasri terpaksa mengamini permintaan pihak manajemen SMKS Pertambangan Muna tersebut. Rp1 juta telah dipersiapkannya untuk membayar biaya administrasi surat pindah belajar anaknya ke sekolah lain yang proses belajar mengajarnya lebih aktif. "Saya tetap akan bayar biar anakku bisa sekolah lagi dimana yang diinginkan, tapi kalau ini memang ada aturannya, maka saya bayar tapi saya juga minta kwitansi sebagai bukti pembayaran, tapi pihak SMK menolak kalau harus pake kwitansi. Jadi serba salah kita dibikin, itu yang minta ketua yayasan langsung. Katanya aturan tapi kenapa tidak mau berikan kwitansi," keluhnya. Untuk memastikan kebenaran informasi dari Gunasri, awak penasultra.id lantas menyambangi SMKS Pertambangan Muna, pada Senin pagi 9 September 2024. Pantauan di lokasi SMKS Pertambangan Muna, di jam belajar sejumlah peserta didik masih berada di selasar dan halaman sekolah. Saat ditanya, salah seorang siswa mengatakan, jika gurunya lagi rapat di ruang kepala sekolah. Berbeda dengan lagi dengan jawaban dari siswa lainnya yang menyebutkan bahwa alasan mereka tak belajar dan berada di luar ruangan dikarenakan gurunya tidak masuk. Memang benar saat itu tengah berlangsung rapat bersama yang diikuti oleh pihak guru serta pengurus SMKS Pertambangan Muna yang dipimpin langsung oleh Wa Ode Nuraena selaku kepala sekolah (Kepsek) yang dilaksanakan di salah satu ruangan. Ketua Yayasan Islam Zikrullah Almaida Sumiati juga terlihat berada dalam ruang rapat tersebut. Namun berselang beberapa waktu kemudian tiba-tiba saja Sumiati meninggalkan ruang rapat. Saat hendak dikonfirmasi ihwal keluhan Gunasri, Sumiati mengaku tak ada waktu dan terburu-buru dikarenakan ada urusan. "Saya tidak ada waktu, kalau soal itu saya sudah serahkan sama kepala sekolah (Wa Ode Nuraena)," ucap Sumiati sembari berlalu. Konfirmasi berlanjut kepada Wa Ode Nuraena yang ditemui usai rapat. Nuraena berkelit jika dirinya belum mendapatkan arahan dari Sumiati selaku ketua Yayasan Islam Zikrullah Almaida. Menurutnya, dana Rp1 juta sebagai biaya administrasi adalah aturan yang telah dibuat dan ditetapkan yayasan Islam Zikrullah Almaida. Namun Nuraena tidak bisa menunjukkan aturan tersebut dengan alasan ada ditangan Sumiati (Ketua yayasan). Nuraena mengatakan, terkait permintaan Gunasri, ia bakal rembukan kembali dengan ketua yayasan Islam Zikrullah Almaida. "Ini sudah aturan internal yayasan, memang saat masuk di sekolah ini tidak membayar tapi kalau pindah ada pembayaran. Nanti saya rembukan kembali dengan Ibu Ketua soal itu dan belum ada arahan dari ketua, saya tidak bisa ambil keputusan sendiri," elaknya. Sementara mengenai kwitansi sebagai bukti setor pembayaran yang diungkapkan Gunasri, Nuraena enggan memberikan jawaban rinci. "Kami tidak ada kwitansi. Nanti besok pagi datang lagi setelah saya rembukan dengan ketua yayasan karna saya tidak bisa memutuskan sendiri," timpalnya. Tak mendapatkan solusi dari pihak SMKS Pertambangan Muna, Gunasri yang didampingi salah seorang kerabatnya kemudian meninggalkan tempat dan berencana kembali lagi pada Selasa 10 September 2024, hari ini. <strong>Penulis: Sudirman Behima</strong> <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/eaecf1Deuxo
Discussion about this post