Pada 2018, disela-sela kunjungan kerjanya ke kawasan Asia Selatan, Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo menyempatkan diri untuk mengunjungi pengungsian Rohingya di Cox Bazar, Bangladesh. Dalam kunjungan tersebut Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk memberikan bantuan kemanusiaan secara berkelanjutan. Presiden dalam pernyataannya bahkan menggunakan terminologi “Saudara Muslim” untuk menyebut para pengungsi Rohingya.
Hal tersebut menunjukan bahwa pemerintah ingin menampilkan wajah Indonesia sebagai negara “middle power” dengan berpenduduk Muslim terbesar di dunia yang peduli terhadap permasalahan di dunia Islam. Indonesia juga aktif memberikan dukungan diplomasi terhadap konflik dan krisis kemanusiaan Rohingya melalui OKI.
Pada 2015 Indonesia berhasil menggalang dana US$ 50 juta dari negara-negara Muslim yang tergabung dalam OKI. Dana tersebut kemudian digunakan untuk bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Rohingya. Kemudian pada 2017, dalam pertemuan tingkat Menteri OKI, Indonesia meminta negara-negara OKI untuk memperhatikan nasib etnis minoritas Muslim Rohingya dan mendukung penyelesaian konflik menggunakan pendekatan konstrukstif (constructive engagement).
Pada 2018 Indonesia membawa isu Rohingya kedalam Konferensi Tingkat Tinggi OKI ke-45 yang menghasilkan Resolusi Nomor 59/4-POL on the Establishment of An OIC ad Hoc Ministerial Committee on Accountability for Human Rights Violations against the Rohingyas. Dengan adanya resolusi tersebut, negara-negara Muslim diharapkan dapat solid bekerjasama dalam mencari bukti terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang menimpa etnis minoritas Muslim Rohingya.
Berdasarkan paparan di atas, dukungan Indonesia terhadap penyelesaian konflik dan krisis kemanusiaan Rohingya dipengaruhi oleh faktor Islam. Bersandar pada pendekatan konstruktivisme yang mengakui pluralitas aktor dalam hubungan internasional, faktor Islam tercermin dari berbagai upaya Ormas Islam di Indonesia seperti NU, Muhammadiyah, SOLIDER dan lain-lain dalam mendesak pemerintah untuk turut membantu penyelesaian konflik dan krisis kemanusiaan Rohingya.
Atas dasar itu, pemerintah pada akhirnya melibatkan secara langsung Ormas Islam maupun organisasi filantropi berbasis Islam dalam proses penyaluran bantuan kemanusiaan. Disamping itu, Indonesia juga semakin aktif membawa isu Rohingya dalam agenda diplomasinya di forum internasional seperti OKI.
Selanjutnya, ditinjau dari konsep identitas, lebih jelasnya sumber pembentukan identitas dari level domestik, dapat diketengahkan bahwa alasan yang melatarbelakangi mayoritas umat Islam di Indonesia vokal menyuarakan penyelesaian konflik dan krisis kemanusiaan Rohingya disebabkan oleh adanya kesamaan identitas, yakni Islam.
Ini dapat dipahami, mengingat salah satu pemicu konflik Rohingya ialah konflik berdimensi agama yang melibatkan etnis minoritas Muslim Rohingya, etnis mayoritas Buddha Rohingya serta otoritas Myanmar yang mayoritas merupakan penganut Buddha.(***)
Penulis adalah Dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta/Dubes RI untuk Brunei Darussalam
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post