Reda Gaudiamo menekankan dalam materinya bahwa untuk menulis, seseorang perlu memberi kebebasan diri berimajinasi dan menuangkan apa saja yang terlintas di kepala, atau terlihat di sekitar. Baginya semua cerita layak ditulis karena memiliki teman di luar sana.
“Setiap manusia terhubung dengan cerita. Seringkali kita merasa curhatan tidak layak dijadikan bahan tulisan, padahal di luar sana banyak orang yang butuh belajar dari apa yang kita alami. Semua cerita akan bertemu temannya,” ujar Reda.
Penulis buku anak berjudul Na Willa tersebut berpesan, menulis harus dijadikan rutinitas.
“Begitu kembali ke rumah menulislah. Menulis itu perlu banyak latihan, sama seperti berenang. Maka menulislah setiap hari, lima menit saja cukup,” Reda menambahkan.
Pemateri sukses mendorong peserta menghasilkan karya. Terbukti di sesi kelas menulis yang dibawakan Reda, anak usia SD mampu menuangkan imajinasinya jadi sebuah cerita utuh dan membuat peserta lain tercengang mendengarnya.
Tak hanya tulisan, sebuah lagu juga tercipta di sesi Workshop “Beginners Guide on Writing a Song” yang dibawakan Musisi dan Komposer Sorowako, Agus Puka. Sesuai harapan Diba, SRWF hadir untuk mengenalkan bahwa literasi luas cakupannya. Tak hanya sebatas membaca, menulis, tapi juga ada literasi musik dan film.
Selain penulis, seniman, dan komposer, SRWF juga memberi ruang kepada Pengembang Program Matematika SMM Ibu Nadia Cassinie, dan Guru SD Yayasan Pendidikan Sorowako Lawewu Ibu Hesti Wulandari untuk berbagi kaitan literasi dengan soft skill, serta apa saja miskonsepsi literasi yang mengakar di masyarakat.
Discussion about this post