<strong>Oleh: Ilmi Mumtahanah</strong> Digenggam takut mati, dilepas takut terbang. Sekiranya peribahasa tersebut dapat mewakili gambaran mendidik generasi muda hari ini di tengah maraknya liberalisasi pergaulan. Ya, serba salah. Pilihan mana pun yang diambil akan menyebabkan kerugian. Betapa tidak, jika anak dikurung di rumah karena takut ia salah gaul, yang ada anak menjadi sulit bersosialisasi di masa depan. Pun, ketika dilepas tanpa penjagaan ketat akan menyebabkan anak terjerumus ke lembah hitam pergaulan bebas. Sementara, orang tua tidak mungkin 1x24 jam membersamai anak. Pilihan yang sulit, memang. Kita bahkan bergidik ngeri menyaksikan berita kriminal yang setiap hari menghiasi jagad maya. Sebut saja pesta seks swinger (pertukaran pasangan) yang terungkap di Kabupaten Badung, Bali, baru-baru ini. Ada pula, 98 kasus permohonan dispensasi nikah yang dilakukan remaja di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, sepanjang 2024. Tak kalah miris, angka anak terpapar pornografi melalui media daring makin tinggi dari tahun ke tahun. Ya, inilah kerusakan fakta yang sulit dibantah. Kita hidup di tengah arus sekularisme yang mengikis nilai-nilai luhur. Pergaulan bebas, pengaruh Barat, dan aturan-aturan yang longgar mengancam moral generasi muda. Lantas, mengapa demikian? Sekularisme yang asasnya memisahkan agama dari kehidupan telah melepaskan batasan moral, mendorong pergaulan bebas tanpa panduan nilai agama. Inilah yang akhirnya memicu kerusakan, khususnya di kalangan remaja. Generasi muda tidak dibekali pemahaman agama sejak dini. Belum lagi, tidak adanya kontrol masyarakat dan penjagaan negara. Maka, makin tumbuh subur lah liberalisasi pergaulan itu sendiri. Aturan-aturan yang longgar dan pengaruh budaya Barat membuka peluang pergaulan bebas. Remaja mudah terjerumus ke dalam kenakalan dan perilaku menyimpang. Selain itu, paham sekuler liberal telah merusak sendi kehidupan, menghilangkan sensitivitas umat terhadap perilaku maksiat, serta mendangkalkan akidah. Islam dianggap sebatas agama ritual saja yang mengatur masalah ibadah. Tidak untuk urusan muamalah, apalagi bernegara. Maka, tidak heran, muncullah kebijakan kontrasepsi untuk pelajar di mana kebijakan ini membuka peluang untuk perilaku seksual di kalangan remaja, tanpa tanggung jawab dan kesadaran akan moral. Ada pula kebijakan pendidikan Kespro (kesehatan reproduksi) berbasis Barat yang mengutamakan kesenangan dan bebas nilai agama, menyebabkan generasi muda kehilangan pegangan moral. Tak ketinggalan, yang dari zaman ke zaman terus diperjuangkan kaum feminis adalah kesetaraan gender. Kebijakan ini meniru Barat, dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang menjaga kemuliaan perempuan dan keharmonisan keluarga. Di tengah arus liberalisasi pergaulan yang sedemikian rusak, lantas apa yang harus kita lakukan? Pada dasarnya, kesalahan memahami Islam hanya sebatas agama ritual saja, inilah yang kemudian melahirkan kerusakan demi kerusakan. Sebab, hakikatnya, Islam adalah sistem kehidupan. Segala aspek, bukan cuma ibadah, diatur di dalamnya. Maka, pertama yang harus dilakukan adalah menerapkan sistem pendidikan Islam. Sistem ini akan membentuk pola pikir dan pola sikap islami pada anak melalui serangkaian kurikulum pendidikan Islam dan UU yang mendukung penerapan kurikulum tersebut. Penyusunan kurikulum pun berdasarkan akidah dan syariat, sehingga tidak perlu gonta-ganti kurikulum tiap tahun. Selain itu, untuk mendukung terlaksananya sistem pendidikan Islam, maka menerapkan sistem pemerintahan dan politik ekonomi berdasarkan syariat Islam juga perlu dilakukan. Sebab, pembentukan generasi berkualitas, secara tidak langsung, berkaitan erat dengan kebijakan politik ekonomi. Misalnya, departemen penerangan melalui kebijakan politiknya akan memblokir konten porno dan menyaring konten yang mengandung gaya hidup bebas. Lembaga ini bertugas melakukan pengawasan terhadap kerja media, baik media massa maupun digital. Tujuannya, menjaga generasi dari pengaruh negatif media yang merusak. Pun, masyarakat akan mendapatkan pendidikan yang layak hingga perguruan tinggi melalui penerapan sistem ekonomi Islam di mana negara akan memaksimalkan pos-pos pemasukan negara untuk menyelenggarakan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Tidak kalah penting, penerapan sistem pergaulan Islam akan mencegah terjadinya pergaulan bebas di kalangan generasi muda. Orang tua tidak perlu was-was ketika anaknya keluar rumah. Sebab, negara menjamin kondusivitas pergaulan di tengah masyarakat. Memaksimalkan penerapan ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan penjagaan negara melalui aturan dan sanksi tegas, sehingga tercipta lingkungan yang islami. Nyaman bagi tumbuh-kembang anak. Wallahualam.<strong>(***)</strong> <strong>Penulis berasal dari Konawe, Sultra</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/mCZ3KyyMbfI?si=Ad73BRqnDoX68zTA
Discussion about this post