Ada satu aturan mutlak yang harus dipatuhi oleh warga, yakni, setelah sirene dibunyikan, tidak seorang pun boleh menyalakan lampu atau sumber cahaya apa pun. Warga tahu, ada sesuatu yang bersembunyi di dalam gelap.
Hal itu sudah jadi aturan selama bertahun-tahun, bahkan sebelum Keruak terjamah oleh pemerintah dan belum dilalui jalur listrik. Sudah banyak korban berjatuhan karena melanggar aturan.
Setiap dari korban, ditemukan tewas dalam kondisi yang aneh. Tulang, daging, semua organ dalam mereka lenyap. Mayat biasanya hanya berupa kulit dan rambut saja. Warga sadar, tidak selamanya mereka bisa hidup seperti itu.
4. Ante Meridiem
Masih dari penulis yang sama, Ante Meridiem yang memiliki jumlah 34 bab ini menceritakan ritual Roah Segare di Kampung Kelang. Para lelaki berkumpul di pinggir pantai.
Kapal diutus berlayar mengantarkan sesajian berupa makanan, buah, perhiasan, dan yang paling wajib adalah kepala kerbau hitam, menuju puncak di Gili Selak. Tapi, Roah Segare tidak sesederhana itu.
Para perempuan yang tinggal di rumah tidak kalah sibuk menyiapkan ritual. Api unggun besar akan menyala di puncak Gili Selak. Pertanda dimulainya ritual khusus bagi para gadis.
Mereka yang berusia 17 tahun ke atas dan belum menikah, akan dikunci di dalam kamar. Dibekali sebuah kain kafan sebagai selimut, serta harus berpuasa sejak pukul 6 malam, sampai pukul 6 pagi, dan yang paling penting adalah, mereka tidak boleh tidur.
Bagi mereka yang gagal menjalankan ritual ini akan mengalami hal buruk, menjadi gila, bahkan kehilangan nyawa.
“Agak sulit ya membuat film horor yang tidak bersinggungan dengan agama karena di Indonesia sendiri, secara culture, cerita horor memang lebih dekat dengan mitos, agama, dan kepercayaan,” jelas Fatimah Azzahrah, Co-Founder Cabaca, diwawancarai secara daring pada Kamis 4 April 2024.
Hal ini berbeda dengan film horor Barat yang cenderung lebih rasional sehingga ceritanya pun jadi menyerupai pemecahan misteri.
Meski begitu, bagi orang-orang yang berada di belakang layar film maupun cerita, diharapkan dapat mengeksplorasi keberagaman Indonesia ke dalam karyanya sambil tetap memperhatikan rambu-rambu dan batasan tertentu.
“Begitu pun bagi kita sebagai penikmat karya, kita dapat memilih secara saksama mana saja karya yang bisa kita nikmati, dan mendukung para kreator dengan tetap menonton atau membaca di situs resmi terkait,” timpal Fatimah.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post