PENASULTRA.ID, JAKARTA – Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Heddy Lugito mengatakan, masih banyak masyarakat yang salah memahami tugas, fungsi, maupun wewenang DKPP.
Dalam pikiran masyarakat, DKPP dianggap lembaga super power pengawas untuk tahapan pemilihan umum (pemilu) maupun mengawasi penyelenggara pemilu.
Hal tersebut disampaikan Heddy Lugito dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI dengan DKPP, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait di Gedung B DPD RI Jakarta, Selasa 21 Maret 2023.
Rapat kerja ini membahas pelaksanaan pemilu dan pilkada serentak 2024 mendatang.
“Banyak yang salah paham, DKPP itu dianggap sebagai pengawas, padahal sebenarnya kita adalah penjaga (kode etik penyelenggara pemilu, red),” kata Heddy melalui rilis persnya, Rabu 22 Maret 2023.
Tidak hanya itu, kata Heddy, DKPP dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya bersifat pasif sesuai dengan Pasal 159 angka 3 huruf c, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“DKPP tidak seperti KPK, DKPP tidak bisa bekerja tanpa adanya pengaduan. Jadi kalau penyelenggara diadukan, baru kami bertindak,” ujar Heddy.
Dalam rapat kerja ini, Heddy juga mengungkapkan esensi dari sanksi DKPP bukan untuk menghukum penyelenggara pemilu. Namun berupa sanksi peringatan, peringatan keras, pemberhentian sementara, pemberhentian dari jabatan, maupun pemberhentian tetap.
Sanksi DKPP dimaksudkan untuk menjaga penyelenggara bekerja dalam koridor etika maupun hukum.
“Esensinya bukan menghukum penyelenggara pemilu, tetapi menjaga penyelenggara agar tidak keluar dari koridor etika,” Heddy menambahkan.
Terkait dengan anggaran, Heddy memaparkan saat ini masih melekat di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Pada 2023, alokasi anggaran DKPP sebanyak Rp26 miliar dan telah habis pada minggu kedua bulan Maret.
Kondisi tersebut berdampak pada operasional tugas dan fungsi DKPP, dimana DKPP tidak bisa melaksanakan sidang pemeriksaan di daerah. DKPP saat ini akan melaksanakan sidang secara virtual.
Discussion about this post