“Kita harus mengejar ketertinggalan 3 persen ini, dan salah satunya dengan menggenjot ekspor non-tambang. Sektor tambang tidak bisa kita andalkan terus-menerus, karena dalam 10-15 tahun ke depan, cadangannya bisa habis,” tuturnya.
Hugua menekankan pentingnya hilirisasi industri, baik di sektor tambang maupun non-tambang.
“Kalau kita bisa hilirisasi produk seperti nikel menjadi barang jadi, tentu nilai tambahnya lebih tinggi. Begitu juga dengan sektor perikanan, pertanian, dan pariwisata yang bisa menopang perekonomian secara lebih berkelanjutan,” jelasnya.
Dalam sesi diskusi, perwakilan Bea Cukai Kendari, Taufik Sato, turut menyampaikan bahwa data ekspor yang tercatat di instansinya menunjukkan dominasi ekspor tambang hingga 93-98 persen.
“Produk pertanian dan perikanan Sultra memang diekspor, tapi lewat daerah lain. Misalnya, nilam asal Kendari diekspor oleh perusahaan dari provinsi lain, sehingga nilai ekspornya tercatat bukan dari Sultra,” jelasnya.
Taufik juga mengungkapkan bahwa proses ekspor dari Kendari sebetulnya sangat memungkinkan, karena telah berbasis paperless dan hanya membutuhkan satu kali dokumen perizinan.
“Kami terus memberikan asistensi kepada para pelaku usaha. Bahkan satu eksportir bisa mengajak eksportir lain jika mereka sudah berhasil,” ujarnya.
Forum ini pun disambut positif oleh para peserta audiensi. Diharapkan, melalui sinergi lintas sektor antara pemerintah daerah, instansi teknis, pelaku pelabuhan, hingga UMKM Sultra dapat memperkuat posisinya dalam rantai perdagangan global dan mengangkat potensi lokal sebagai motor penggerak ekonomi yang berkelanjutan.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post