Oleh: Luthfiah Jufri, S. Si, M.Pd
Korupsi seolah tiada akhir di negeri ini. Pemberitaan media bejibun dan bergantian. Koruptor pun beragam. Korupsi di Indonesia telah menjadi penyakit akut. Upaya mencabut hingga ke akar tampaknya tak kuat. Dari hulu ke hilir kasus korupsi telah mengalir deras. Mereka berjamaah dan saling menutupi agar selamat meraup uang rakyat.
Jika biasanya marak kasus suap menyuap dikalangan elit politik, BUMN, aparat negara dan pejabatnya maka yang terbaru seolah tak mau kalah dunia pendidikan pun ikut terjangkit. Terbaru dilakukan oleh Rektor kampus ternama di Lampung.
Setelah OTT, KPK menetapkan Karomani Rektor Universitas Lampung (UNILA) bersama Wakil Rektor I Bidang Akademik UNILA Heryandi dan Ketua Senat UNILA Muhammad Basri sebagai tersangka penerima suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di UNILA tahun 2022 dengan nilai diperkirakan mencapai 5 M. (lampung.inews.id. Selasa,23/8/2022).
Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani diduga mematok tarif Rp.100 juta hingga Rp. 350 juta untuk meluluskan calon mahasiswa baru tahun 2022 yang mengikuti seleksi jalur mandiri di kampusnya. (nasional.Kompas.com. Ahad, 21/8/2022).
Kasus ini sangat memprihatinkan karena terjadi di dunia pendidikan, perguruan tinggi yang seharusnya menjadi akses pendidikan untuk bekal anak bangsa di kemudian hari harus tercoreng kredibilitasnya. Seolah kampus saat ini bukan lagi tempat menimba ilmu untuk kesejahteraan rakyat, tetapi menjadi tempat jual beli pendidikan demi kepentingan pribadi.
Tak ayal lulusan mahasiswa yang terjaring kasus suap menyuap ini, bisa saja selepas menjadi sarjana di kampus tersebut maka akan berusaha mendapatkan pekerjaan yang bisa mengembalikan uang yang digunakannya sewaktu kuliah dulu. Tanpa mengetahui halal haram, sekalipun itu suap menyuap kembali demi eksistensi dirinya.
Akhirnya tujuan dari mengenyam pendidikan pelan tapi pasti bukan lagi untuk membangun peradaban bangsa yang bermartabat tetapi untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya.
Sedikitnya ada tiga faktor yang mendorong terjadinya praktik korupsi. Pertama, faktor individu. Bisa saja ada oknum individu yang memang nakal dan memiliki watak koruptif. Namun, jika hanya individu yang melakukan Ia tak akan berdaya menghadapi kelompok yang bersih. Jika pun ia bandel dan memaksakan diri melakukan korupsi maka dengan mudah ia akan dikucilkan dan dihukum.
Kedua, faktor lingkungan masyarakat atau lingkungan kerja yang buruk. Mau tidak mau dia akan/terpaksa ikut buruk dan melakukan korupsi. Betapa banyak individu yang awalnya dia bersih, tak suka korupsi namun ketika berada dalam komunitas buruk maka perlahan tapi pasti akan mengikuti lingkungan tersebut.
Ketiga, aturan negara yang memberi peluang kepada koruptor, aturan yang tidak tegas akan membentuk budaya individu dan lingkungan kerja untuk praktik korupsi. Kalau saja negara memiliki sistem yang baik, ketat dan mencegah korupsi maka individu pun tak berdaya.
Discussion about this post