“Ini sesuatu yang luar biasa. Aksi jalan kaki dari Yogyakarta ke Bandung ini sebenarnya keinginan Komar untuk bercerita kepada masyarakat bahwa penyintas stroke harus punya tekad yang kuat untuk pulih kembali,” kata Tugas.
Aksi jalan kaki penyintas stroke juga dinilai bisa menginspirasi pemangku kepentingan untuk berkolaborasi memberikan penanganan stroke yang lebih baik pada masa mendatang.
Adzan subuh baru saja terdengar dari mushalla di Kawasan Rest Area salah satu SPBU di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Di hari keempat perjalanan kaki dari Yogyakarta menuju Bandung, penyintas stroke Komaruddin Rachmat sudah mulai terlihat bersiap memulai perjalanannya menuju titik finish hari keempat, yakni RSUD Dr Soedirman, Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (8/8) pukul 05.12.
Di hari pertama hingga hari ketiga sebelumnya, mantan aktivis mahasiswa di Bandung ini telah melintasi jalur selatan Pulau Jawa melewati kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Purworejo. Perjalanan berikutnya melintasi Kebumen, Banyumas, Cilacap, Kota Banjar, Ciamis, Tasikmalaya, Garu,t hingga finish terakhir di Kota Bandung.
“Bagi yang melewati sepertiga malamnya dengan shalat tahajud, doakan saya dan tim agar sukses membawa misi dengan pesan kesehatan terkait stroke,” ucap Komar dalam pesan WhatsAppnya.
“Saya adalah bagian dari gerakan perang semesta melawan stroke, yang dicanangkan oleh Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki). Kita tidak bisa sendiri dalam berjuang melawan stroke, tapi harus bersama-sama,” katanya menambahkan.
Komar juga mengatakan stroke itu bukan saja menyebabkan hilangnya produktivitas, namun juga menimbulkan problem sosial.
“Saya menyadari sepenuhnya bahwa aksi jalan kaki ini berat apalagi di umur saya yang sudah 69 tahun, tapi entah kenapa saya bangga melakukannya. Begitu juga tim yang mengawal saya (Mas Eko, Mas Giovani, Bang Soleh dkk), mereka sangat bersuka cita,” kata Komar sumringah.
Ia pernah terserang stroke pada 16 September 2012, dia dirawat di RS Harum Kalimalang, Jakarta Timur. Diagnosis ketika itu adalah stroke hemorrhagic atau pecah pembuluh darah otak. Stroke melumpuhkan separuh tubuh Komaruddin. Sembilan hari terkulai di rumah sakit, sisa-sisa stroke itu masih terasa kuat kala ia pulang ke rumah.
“Kaki dan tangan bagian kiri mati rasa, dicubit dan dibakar tidak terasa. Kaki seperti kesemutan ekstrem, sulit dijejakkan ke lantai. Bahu kiri miring ekstrem, dengan tangan terkulai lemah tak bertenaga, jari-jari tangan menggenggam tidak bisa dibuka. Syaraf tangan dan kaki error tidak bisa memegang benda yang saya inginkan, kaki tidak bisa menggunakan sandal jepit secara otomatis,” ungkap Komar.
Discussion about this post