“Ini yang terbaru kami dapatkan, ternyata diatas lokasi tersebut telah terbit sertifikat hak milik yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Konawe Utara. Ini kan aneh, itu kan wilayah Desa Matarape. Kenapa bisa BPN Konawe Utara yang mengeluarkan sertifikatnya? Ini jelas ada yang tidak beres dalam prosesnya,” ujar Ikhsan penuh tanya.
Sedari awal, kata putra asli Desa Moahino, Kecamatan Wita Ponda, Kabupaten Morowali itu kepemilikan atas tanah tersebut menjadi salah satu dasar pertimbangan terbitnya izin tersus yang dimiliki oleh PT Tiran saat ini.
“Coba baca izin tersus PT Tiran Indonesia, ada dijelaskan disana. Walaupun saat itu yang mengklaim kepemilikan atas lokasi tersebut adalah salah satu warga Desa Lameruru dan dikuatkan oleh pernyataan salah satu pejabat di Konut tapi, sertifikatnya sendiri baru dikeluarkan April 2022 kemarin,” papar Ikhsan.
Melihat fakta itu, mantan aktivis PRD Sultra ini menduga ada upaya tersistematis yang dilakukan untuk memuluskan terbitnya sertifikat tersebut.
“Bagaimana bisa wilayah Matarape mereka klaim sebagai wilayah Lameruru? Proses pengurusan sertifikat itu jelas, berjenjang. Mulai dari surat keterangan kepala desa hingga berujung pada keluarnya surat ukur,” terang Ikhsan.
Atas semua temuan yang saat ini tengah dikumpulkan tim JAMAN Morowali guna menyiapkan pelaporan ke aparat penegak hukum, Ikhsan menegaskan kepada pihak-pihak lain yang tidak memiliki kepentingan agar tidak memberikan komentar terkait hal apa saja yang mereka tidak ketahui.
“Jika tidak memahami dengan benar esensi masalahnya, sebaiknya tidak perlu memberikan komentar, agar masalah ini tidak menjadi bias,” pungkas Ikhsan.
Sementara itu, hingga berita ini naik tayang, Kepala BPN Konawe Utara, Ridwan belum berhasil dimintai tanggapannya terkait sertifikat hak milik yang menjadi sorotan JAMAN Morowali.
Editor: Ridho Achmed
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post