“(Permendagri) Itu bukan peraturan yang keluar begitu saja, tapi melalui proses perdebatan yang sangat panjang. Sehingga jika hanya karena alasan melindungi investasi, kemudian dimohonkan perubahan batas wilayah itu terlalu dipaksakan dan sangat nekat,” kata Ikhsan, Jumat 20 Mei 2020.
“Memangnya Morowali tidak bisa memberikan perlindungan terhadap investasi? Silahkan cek berapa nilai investasi resmi yang ada di Morowali, apakah ada masalah?,” timpalnya lagi.
Mantan Ketua LMND Kendari itu mengaku, sejauh ini pihaknya telah mengantongi sejumlah dokumen PT Tiran Indonesia yang dinilai janggal.
Dokumen tersebut salah satunya adalah, dukungan sebuah sertifikat hak milik yang diduga terbit di wilayah Matarape alias di wilayah jetty PT Tiran Indonesia yang selama ini dipersoalkan.
“Ini yang terbaru kami dapatkan, ternyata diatas lokasi tersebut telah terbit sertifikat hak milik yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional Konawe Utara. Ini kan aneh, itu kan wilayah Desa Matarape. Kenapa bisa BPN Konawe Utara yang mengeluarkan sertifikatnya? Ini jelas ada yang tidak beres dalam prosesnya,” ujar Ikhsan penuh tanya.
Sedari awal, kata putra asli Desa Moahino, Kecamatan Wita Ponda, Kabupaten Morowali itu kepemilikan atas tanah tersebut menjadi salah satu dasar pertimbangan terbitnya izin tersus yang dimiliki oleh PT Tiran saat ini.
“Coba baca izin tersus PT Tiran Indonesia, ada dijelaskan disana. Walaupun saat itu yang mengklaim kepemilikan atas lokasi tersebut adalah salah satu warga Desa Lameruru dan dikuatkan oleh pernyataan salah satu pejabat di Konut tapi, sertifikatnya sendiri baru dikeluarkan April 2022 kemarin,” papar Ikhsan.
Discussion about this post