Masalah ini adalah PR besar bagi para praktisi, akademisi, dan pemerhati dunia pertambangan dan metalurgi, khususnya di Indonesia. Mereka seharusnya menjadi garda terdepan dan pertama yang harus berperan sebagai Ambassador atau Duta dalam menjelaskan dan mengedukasi masyarakat awam.
Fakta bahwa Indonesia termasyhur dengan julukan “Zamrud Khatulistiwa” harus menjadi pedoman. Secara keseluruhan, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-6 dunia untuk sumber kekayaan alam. Salah satunya adalah nikel, yang menempati urutan pertama dunia.
Sumber daya inilah yang perlu dimanfaatkan melalui hilirisasi untuk dapat tetap maju secara ekonomi, meningkatkan daya tarik investasi, hingga mendorong daya saing negara secara global.
Keawaman masyarakat akibat kurangnya edukasi dapat menimbulkan keraguan dan ancaman pada investor, khususnya para investor yang berpotensi mendorong hilirisasi tambang.
Tentu hal ini juga turut mempengaruhi kecilnya peluang adanya lapangan kerja tambahan, khususnya di daerah-daerah tambang yang seringnya berada di remote area.
Pemahaman dan edukasi soal hilirisasi perlu menjadi prioritas saat ini. Hilirisasi, baik yang dilakukan satu tahap maupun beberapa tahap, bertujuan untuk menghasilkan suatu produk atau komoditi, sehingga nilai ekonomi dan daya gunanya meningkat lebih tinggi dari sebelumnya.
Aktivitas ini dapat dipastikan memberikan dampak positif terhadap kondisi perekonomian dan sosial, baik bagi daerah operasional, pusat, maupun daerah non-operasional.
Jika Indonesia bisa semakin mendekati proses hilir, maka akan ada akselerasi yang terjadi dari sisi industri pertambangan.
Pertama, Indonesia tidak akan membatasi impor, karena sudah bisa diproduksi di dalam negeri, sehingga distribusi uang hanya akan ada di Indonesia.
Discussion about this post