<strong>PENASULTRA.ID, MUNA</strong> - Ketua Kelompok Advokat Pengacara Indonesia (KAPI) Kabupaten Muna La Ode Syahribin menyoroti vonis tujuh bulan penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Raha kepada Kepala Desa (Kades) Lagasa, Kecamatan Duruka M. Asdam Sabriyanto dalam perkara ijazah palsu (Ipal). Syahribin menerangkan, pasal yang digunakan dalam perkara Ipal Kades Lagasa adalah pasal 263 dengan ancaman hukuman enam tahun dan pasal 264 dengan ancaman delapan tahun. Menurutnya, dalam penerapan pasal ini, pada proses persidangan hakim telah membuktikan bahwa terdakwa Asdam menggunakan Ipal. "Ketika hakim memutuskan mengacu kepada tuntutan jaksa. Di mana diketahui, jaksa menuntut tiga tahun dan ketika berbicara dua pertiga itu jatuhnya apakah dua tahun delapan bulan, dua tahun lima bulan ataukah dua tahun. Jadi ketika ini diputuskan hanya tujuh bulan, saya anggap ini sangat rancu," ujar Syahribin, Kamis 16 Mei 2024. Syahribin lantas mempertanyakan orientasi pertimbangan hukum oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Raha. Kata dia, metode hukum apa yang dipakai hingga memutuskan tujuh bulan penjara. Pria yang karib disapa Hipno itu menjelaskan yang menjadi pedoman hukum acara di Indonesia adalah Undang-undang (UU) Nomor 8 tahun 1981. Namun demikian, hakim juga dalam memutuskan satu perkara tidak selalu berdasarkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Menurutnya, jika JPU berkeyakinan bahwa terdakwa bersalah, namun dalam fakta-fakta persidangan terdakwa tidak bersalah, maka ada dua kemungkinan putusan yang bisa diambil, apakah putus bebas ataukah putus lepas. "Tetapi fakta yang kita lihat, jaksa menuntut tiga tahun dan fakta ini benar terbukti bahwa terdakwa (Asdam) telah melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Jadi ketika memutuskan suatu perkara tentu merujuk kepada peraturan yang ada di dalam Kitab Hukum Acara Pidana. Artinya, ketika memutuskan perkara, ya tentu harus betul-betul merujuk kepada aturan hukum yang sebenarnya," tegas Hipno. Terkait kasus pemalsuan ijazah palsu memang bukan kali pertama terjadi. Akan tetapi, kata Hipno, ketika kasus Asdam diputuskan hanya tujuh bulan akan menjadi pertanyaan publik dan tidak akan melahirkan efek jerah. "Hakim ini sebetulnya adalah perpanjangan tangan Tuhan. Nah jadi ketika memutuskan perkara tidak sesuai fakta-fakta yang ada, ini akan menjadi pertanyaan publik, ada apa sebetulnya," sorot Ketua LBH Gatra Nusantara Kabupaten Muna itu. <strong>Penulis: Sudirman Behima</strong> <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://youtu.be/TL8AKM-76IQ?si=-MkgQPIfZtVwjTeS
Discussion about this post