Dalam Islam, hutan adalah salah satu jenis kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki oleh satu atau sekelompok orang. Rasulullah Saw pernah bersabda :
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ
Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput & api. Dan harganya adl haram. Abu Sa’id berkata, Yang dimaksud adl air yang mengalir. [HR. ibnumajah No.2463].
Maka yang berhak mengelola hutan dalam hal ini adalah negara untuk kemaslahatan umat. Tidak boleh diserahkan kepemilikannya kepada seseorang atau swasta, terlebih asing. Sehingga hak rakyat tidak terpenuhi.
Negara harus menjaga kelestarian hutan, terutama hutan gambut yang sangat bermanfaat untuk paru-paru dunia, penyimpan air pada saat musim hujan dan sebagai sumber air pada saat musim kemarau tiba. Selain itu hutan gambut adalah sumber habitat flora dan fauna yang menjaga keseimbangan alam.
Selain larangan pemilikan hutan, negara juga harus memberi sanksi yang tegas kepada pelaku pembakaran hutan dengan ta’zir kepala negara (Khalifah) hingga mampu menimbulkan efek jera dan penebus dosa bagi pelakunya.
Dengan pengaturan yang terperinci tentang kepemilikan, kesadaran umum untuk menjaga lingkungan dan sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan akan menjadi solusi tuntas karhutla.
Namun penyelesaian masalah Karhutla ini tidak akan mungkin bisa diterapkan tanpa ada perubahan rezim dan sistem yang diberlakukan sekarang.
Rezim yang sangat pro kapital dan sistem kapitalisme sekuler ini adalah sumber masalahnya. Oleh karena itu harus ada perubahan secara fundamental terhadap tatanan kehidupan yang rusak dan merusak ini. Yaitu harus kembali kepada penerapan hukum-hukum Allah SWT.(***)
Penulis asal Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara
Jangan lewatkan video populer:
Discussion about this post