<strong>PENASULTRA.ID, YOGYAKARTA</strong> - Beberapa waktu lalu Netflix kembali dengan konten film Indonesia terbaru berjudul Dear David yang dirilis sejak 9 Februari 2023. Dibintangi oleh Shenina Cinnamon sebagai Laras, lalu Emir Mahira sebagai David, hingga Caitlin North Lewis sebagai Dilla. Film tersebut berhasil menarik perhatian banyak orang. Namun, sorotan yang berhasil didapat oleh film Dear David diikuti dengan pro dan kontra dari warganet. Sebagian menilai jika film yang mengangkat berbagai isu mulai dari hidup remaja, romance, pendewasaan, penerimaan diri, mental health, hingga eksplorasi seksualitas ini tidak memiliki muatan moral. Selain itu, beberapa penggambaran dan penceritaannya pun dinilai terlalu sensitif. Tidak heran jika Dear David hanya mengantongi rating di IMDB 5,8/10. Banyak juga warganet yang menilai, Dear David bahkan layak mendapat rating 0/10. Di sisi lain, Joko Anwar yang merupakan sutradara dan penulis naskah kawakan justru memberikan pujian terhadap film Dear David. Menurutnya, premis yang ditawarkan relevan dengan masalah yang dialami masyarakat saat ini. Selain itu, skenario yang disajikan kata dia salah satu yang terbaik, dengan dialog yang tajam dan menarik. Para pemeran pun dinilai oleh Joko Anwar layak diberikan penghargaan tertinggi, dengan kualitas aktingnya. Sejalan dengan itu, kondisi tersebut tampaknya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi dalam dunia literasi. Konten mengenai eksplorasi seksualitas banyak diolah dan diangkat oleh para penulis untuk diunggah dalam platform menulis digital. Tidak sedikit karya yang menggambarkan bagaimana eksplorasi bahkan fantasi seksualitas hingga perlunya diberikan label 18+ bahkan 21+. Sebagian pihak menganggap konten yang mengandung eksplorasi seksualitas terlalu berlebihan. Apalagi jika tokoh utama cerita yang digunakan terinspirasi dari tokoh yang memang ada di dunia nyata dan menganggap hal itu dapat menjadi sebuah pelecehan seksual terhadap tokoh yang dijadikan referensi. Ada sebagian pengguna yang bahkan langsung memberi rating buruk tanpa membaca keseluruhan cerita. Meski begitu, sebagian lagi menganggap jika cerita dengan eksplorasi seksual yang digambarkan tidak hanya mengandung muatan adegan seks saja. Banyak dari penulis yang memadukan berbagai isu mulai dari relationship hingga sosial ekonomi untuk menyampaikan pesan moral dari sebuah cerita. Di platform baca dan menulis digital Cabaca, karya dengan label 18+ bisa dibilang masih menjadi favorit pembaca, karena sering bertengger di kategori buku paling banyak dibaca hingga kategori buku yang sedang tren. Sebut saja karya Ravenska Jo berjudul Bedfriend yang sudah berhasil menarik 83.640 pembaca. Novel yang satu ini mengusung tema friends with benefit, sesuatu yang masih dianggap bertentangan dengan norma di Indonesia. Dikisahkan Lala dan sahabatnya, Yose, melakukan hubungan seksual yang mereka sebut sebagai kegiatan ‘have fun’ untuk melarikan diri dari masalah yang dihadapi masing-masing. Lala diceritakan terjebak dan selalu mengulangi hal yang sama, tak peduli seberapa keras ia mencoba keluar dari lingkaran setan tersebut. Uniknya, walau termasuk buku populer, rating yang diberikan pembaca adalah 4,6/5 saja. Ada pula Cerita Kutang karya Honey Dee yang sudah menarik 10.530 pembaca meski baru dirilis pada bulan Desember tahun lalu. Novel ini berkisah tentang seorang perempuan yang terobsesi menjadi perempuan simpanan. Penulisnya bahkan bereksperimen dengan sudut pandang orang kedua, yakni ‘kamu’, agar pembaca juga turut merasakan ‘nikmatnya’ menjadi perempuan simpanan. Tak hanya Bedfriend dan Cerita Kutang, ada pula beberapa judul novel di Cabaca dengan eksplorasi seksualitas seperti Sexy Bitch karya Lithelit yang berhasil menarik 19.440 pembaca. Selanjutnya karya berjudul Seductionship karya Adellelia yang sudah dibaca 16.070 pembaca. Karya-karya tersebut memiliki kesamaan di mana penulis mengeksplorasi isu sensitif dan memuat adegan seks, namun dikemas dengan apik dan menjadi satu kesatuan dengan cerita. “Seks masih menjadi bahasan tabu di Indonesia. Padahal seksualitas hampir menjadi sesuatu yang tak terhindarkan jika mengingat kebutuhan biologis manusia. Edukasi seks saja masih belum sepenuhnya berjalan, jadi nggak heran masih banyak orang langsung menyerang konten yang dianggap mengeksplorasi seksualitas,” kata Co-Founder Cabaca, Fatimah Azzahrah saat diwawancarai secara daring Senin 20 Februari 2023. Fatimah mengatakan, beberapa cerita yang mengeksplorasi seksualitas, entah itu film atau novel, sebenarnya tidak semuanya buruk. Bahkan bisa mendukung edukasi seks atau bahkan mengurangi kasus kekerasan seksual, apabila dikemas dengan baik dan sesuai porsi. "Kebijakan pembaca, pendampingan orang tua dan pendidik, tetap diperlukan untuk mengawal edukasi," tekannya. <strong>Editor: Ridho Achmed</strong> <strong>Jangan lewatkan video populer:</strong> https://www.youtube.com/watch?v=cL2RSwCZ1JQ
Discussion about this post