Kembali ke cerita Sekprov. Nah, ketika hari H seleksi Sekprov maka muncul dua nama kandidat Sekprov dari Muna. Almarhum Nurdin Pamone (Sekda Muna ketika itu) asli Lohia mewakili etnis Muna. Lainnya adalah Ronni Yakup (Kepala BLP Provinsi) sebagai putra angkat bangsawan Muna almarhum La Ute yang asli Gorontalo. Selain itu, beberapa kandidat lainnya dan salah satunya adalah ibu Nur Endang Abbas.
Dalam perhelatan seleksi Sekprov, sekali lagi Gubernur tidak mencampuri kewenangan penilaian tim assessment (seperti pada seleksi JPTP baru ini). Ditengah pertarungan sengit ternyata di kubu Muna konflik alias ‘pecah’. Kubu NM dan kubu RY.
Hasilnya salah satu wakilnya harus tumbang bukan karena manuver calon di luar Muna tetapi pergolakan atau boleh saya katakan perang saudara sehingga menggugurkan NM dalam medan juang.
Tapi syukurlah NM yang gugur karena selang beberapa waktu beliau meninggal karena sakit. Diakhir pertarungan terjaringlah tiga nama.
- Dr. Syafrudin
- Dr. Roni Yakup
- Dr. Nur Endang Abbas
Karena seleksi JPTP dibuka Januari 2020 dan akibat pandemi Covid-19, maka pengusulan ketiga nama tersebut terhambat. Alhamdulillah selama 9 bulan hak istimewa putra Muna La Ode Ahmad BP ditunjuk sebagai Pj Sekda.
Kendati mengindahkan Perpres Nomor 3 tahun 2018 tentang Pejabat Sekretaris Daerah. Namun ini barangkali berkah dari Allah SWT dan janji yang ditepati Gubernur bahwa putra Muna juga telah menjadi Sekprov dimasa pemerintahan H. Ali Mazi.
Kemudian berdasarkan pertimbangan dan penilaian presiden bahwa yang layak adalah Dr. Nur Endang Abbas maka keluarlah SK Presiden.
Apakah sudah benar bahwa kewenangan penunjukkan ada di tangan Presiden? Apakah karena presiden tidak lagi percaya Menteri atau pun Gubernur? Apakah karena Gubernur kena sanksi karena persoalan pelanggaran sistem merrit? Banyak pendapat mengemuka. Khususnya dari kalangan cendikiawan, politisi, tokoh dan mahasiswa Muna.
Namun semua pendapat mereka terbantahkan oleh PP Nomor 11 tahun 2017 sebagaimana telah diubah dgn PP Nomor 17 tahun 2020. Pada PP tersebut termuat pada pasal 3 ayat 2 bahwa Presiden bisa memberi pendelegasian kewenangan menetapkan pejabat oleh Menteri, pimpinan lembaga, Sekjen, Gubernur, Bupati dan Walikota.
Namun pada pasal 3 ayat 3 ditegaskan dikecualikan dari ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian bagi pejabat pimpinan tinggi madya, pejabat pimpinan tinggi utama dan pejabat fungsional keahlian utama.
Discussion about this post